Langit jingga sore bertabur titik-titik sinar mentari tengah memayungi atmosfir kota Mojokerto layaknya biji wijen onde-onde yang sedang dilahap oleh Djenar. Ia terus melahapnya seolah belum makan selama bertahun-tahun. Ditepi kanan dan kiri bibirya belepotan minyak dari sii onde-onde. Tercecer pula beberapa biji wijen dikerudung putihnya. Sementara Dhara cuma menggeleng-gelengkan kepalanya seolah kenyang dengan hanya melihat Djenar yang makan membabi buta. Berbeda dengan kedua gadis tadi, Dian malah sibuk dengan beberapa lembar foto copy materi LH (Lingkungan Hidup).
“Haduh.. Dirga lamanya? Kamu bilang dimana janjiannya? “
Tanya Djenar sambil mengambil botol air mineral dari dalam tasnya
“Halah… ya disini!!! Pasti Dirga ini dandan dulu!!!”
Jawab Dhara sengau.
“Janjian ditempat dekat rumah kalian aja… udha jam segini!!!”
Dian menambahkan seperlunya.
“Iya betul-betul-betul..buruan sms Ra!!!”
Perintah Djenar pada Dhara.
“Yaudah!!!”
Sahutnya ketus dibarengi gerakan kilat memencet-mencet keypad hp Qwertinya.
Melaju ringan dijalanan renggang kota Mojokerto, sedikit menghempas kekesalan Dhara karena Dirga yang tak kunjung datang mengambil amanahnya. Sementara sii kerudung putih sibuk berkutat dengan keypad beserta layar ponselnya.. Jalan lurus itu, kini berakhir disebuah persimpangan, Dian yang sendiri mengendarai matik hitam kecilnya segera mereting dan membelok pelan dipersimpangan itu.
“Tiin…………….Tiiin……………….Tiiiin……………………………”
Ia membunyikan klaksonnya, seolah menjadi simbol salam perpisahan.
Dhara yang berboncengan dengan Djenar makin melaju kencang mengikuti arus jalanan yang lurus. Beberapa ratus meter kemudian , mereka singgah disebuah tempat yang terhindar dari kilau emas mentari. Jalan dibawah jembatan, tepat berada didepan tiang kokoh penyangga ala kontruksi Belanda. Hening dan sendu sedikit menggelitik bulu roma keduanya. Hanya ada pedagang kaki lima yang sibuk meracik hidangan untuk sang pelanggan. Sii kerudung putih membuka kaca helmnya, menghamburkan seluruh tatapan polosnya kesetiap penjuru tempat itu. Tak ada lagi hal yang terlintas dibenaknya kecuali kengerian dan rasa risih yang terus menggerogoti keberanian diri. JT (Joging Track) begitulah sebutannya.
Sudah jadi label permanen sebagai tempat tindak tidak senonoh muda-mudi tiap malam menjelang terlebih malam Minggu. Puas membatin kerisihan hatinya, Djenar memandang jauh kearah gubuk yang ternyata sebuah warung.
Gubuk sederhana itu tak ubahnya warung remang-remang yang salah jam buka. Ia melihat sentimetil dua orang berboncengan yang asyik ngobrol sambil sesekali menenggak air dalam botol yang kemungkinan besar adalah MIRAS, tepat didepan warung itu.
“Dhara!!! Lihat deh itu sepeda motor!!! Aneh banget, satriya bukan motor bebbek biasa juga nggak!!!”
Kata Djenar memecah keheningan. Dhara tak kunjung merespons, pupilnya terus bergerak mencari keanehan yang ditemukan sahabatnya beberapa detik lalu.
“Ha….ha…ha… Iyya!!!”
Tawanya lebar tanpa dosa. Djenarpun menyusul dengan gelak tawa sinis khasnya. Gelak tawa keduanya senyap-senyap hilang terbawa angin tuk dijadikan teman berkelana.
Suasana mulai terasa hangat, toh tetap saja kekesalan dan amarah jiwa terus menghardik keduanya. Dua gadis putih abu-abu itu terus menanti sang pemberi amanah yang tak kunjung muncul bak dua tupai bodoh dibawah pohon kelapa. Berkali-kali sms dikirim ke Dirga, tapi hanyalah pesan teks merangkai kata-kata yang diraih oleh keduanya.
“Haduh.. Dirga ngapain dulu sih? Pasti dandan dulu!!!”
Entah sudah berapa kali Dhara mengeluhkan hal semacam itu.
“Tahu deh!!! Kebangetan itu anak!!! Emang dia pesolek!!!”
Tak ubahnya temannya, sii kerudung putih terus saj berkomentar sama tip kali mendengar keluhan semacam itu.
Komentar pedas dan tawa penghinaan kedua gadis putih bau-abu beberapa waktu yang lalu terhempas anginasore seolah mengundang sang objek tertawaan keduanya. Sementara keduanya terkurung dalam rasa murung dibawah lagit mendung jembatan. Tanpa mereka sadari dua pria berboncengan menaiki motor yang tak jelas statusnya (Satria atau bebek biasa?) itu melaju kearah mereka. Sii kerudung putih yang sensitive segera terguncang menjumpai dua sosok pria berperangai preman dihadapannya. Ini tak ubahnya melihat sesosok penampakan makhluk halus, setan dan sebangsanya bahkan lebih dari itu sensasinya. Dua orang berperangai preman itu kian mendekat, sekarang tepat dibelakang keduanya. Djenar makin gugup saja, reflek dia menutup kembali kaca helmnya. Senyap-senyap Djenar mendengar sii pria pertama tengah berucap lamban namun pasti.
“Mbak…. Gelora Ayani dimana ya?”
Kata sii pria dengan pandangan pemabuk dungu yang mabuk disore hari begini. Jelas ini hanya trik penggoda konyol para pria hidung belang. Gelora Ayani jelas-jela Cuma lurus dari tempat mereka berada.
“………………………………………’
Tak ada kecap sedikitpun. Saling berdiam diri bergulat dengan benak masing-masing.
Sii kerudung putih hanya berteriak kedap suara sambil terus memukul bahu temannya. Tanpa diprintah lagi, Dhara menginjak pedal gasnya, membelokkan motor bebeknya kekanan kearah Gelora Ayani meninggalkan 2 pria pemabuk yang tak ada bedanya dengan tupai bodoh pengerat kacang.
“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!”
Mereka bertriak histeris disepanjang jalan yang mereka lalui. Lalu berhenti dideretan asrama TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang berarsitektur Belanda sangat kental. Wajah shock dan ketakutan masih menyergap, terlebih bayangan mereka berdua tyerliat lebih takut. Dhara segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Dirga. Entah apa yang membawa kedua pria tadi pada mereka. Apa mereka tertarik dengan tas monster ala Party Dork yang sedari tadi bertengger dibahu Djenar. Terlebih telinga segitiganya sangat lucu bila bergerak mengikuti spoi-spoi angin. Ah… sudahlah!!! Bukan saatnya mengagumi kelucuan sebuah benda seperti itu. Keduanya terus saja bercerita tentang ketakutannya. Djenar benar-benar tak bisa berhenti menceritakan apa yang ia rasakan. Tapi gelak tawa terus saja mereka terbangkan ke langit sore yang jingga kebiru-biruan berhiasakan awan putih cumulus. Kekesalan mulai menghantui keduanya. Dirga? Diamn a sosok itu kini bernaung?
“DrDrDrDRtttttt….”
Getaran ponsel Djenar mngusik amarah keduanya. DDipencetnya dengan cepat keypad bagian tengah ponselnya.
“Dirga!!!”
Teriaknya bahagia.
“Dia diamana?”
Tanya Dhara begitu lega.
“Bentar lagi dia kesini… suruh sabar katanya!!!”
Lanjutnya sambil memandang jauh kearah jalanan.
“Hmmm…”
Saut Dhara seolah kecewa.
Sosok yang tak asing dimata Djenar mengarah pada keduanya, kaos putih dengan gambar monster animasi dipadu celana pendek hitam selutut denag menaiki motor bebek hitam pekatnya. Begitu melepas helm Kytnya, kaca mata ala Dochie Peweegaskin selalu jadi hal paling eyecatchy yang enak dipandang mata.
“Haduh… aku nunggu lama tau dibawah jembatan!!!”
Keluhnya sambil mematikan mesin motornya dengan memutar kekanan kuncinya.
“Looo!!!! Kita juga nunggu kamu!!!”
Saut Dhara sentiment.
“Huft… kamu tahu nggak? Sampai digodain mas-mas geje!!! Hiii!!!! Serem aku Dir!!!”
Tambah sii kerudung putih sambil mengelus-elus kepalnya.
“Heh? Digodain mas-mas apaan?”
Tanya Dirga seolah tak percaya.
“Gug tau ah!!!! Geje banget masa’ Tanya diaman Gelora Ayani? Jelas-jelas mau godain mas-masnya!!! Orang Mojokerto mas’ nggak tahu diman Gelora Ayani?”
Djenar makin memperjelas.
“Hahahaha… mangkanya…”
Tawanya lebar dengan gaya khas tersendiri.
“Gara-gara kamu tau!!! ”
Balas Djenar dengan senyuman manja.
“Apaan? Kok aku?”
Kali ini Dirga kembali mengelak.
“………………..”
Sementara Dhara terus diam membisu memperhatiakn jalanan. Sepetinya ia melihat sosok yang mencurigakan. Tapi dia tidaklah melihat UFO. Sementara Dirga dan Djenar terus saja bercanda.
“Mana?”
Pinta Dirga pada Djenar sambil mengulurkan tangannya.
“Bentar…”
Jawabnya lirih dibarengi mengambil sesuatu dari dalam tas monsternya.
“Loh? Flashdisknya aja!!!”
Dirga menolak pemberian Djenar.
“Lowh? Mending in aja!! Sma kok”
Bujuk Djenar sambil terus membalik-balik lembaran kertas materi pelajaran LH (Lingkungan Hidup).
“Nggak mau kok!!!”
Tolak Dirga bringas.
“Huh!!! Dasar nyusahin aja!!! Ini flashdiskumau tak pakai Ga!!!”
Balas Djenar kesal
“Hallah… kamu tiu?”
Tanggapan innocent Dirga.
Dhara terus saja memperhatikan sosok itu, sepertinya ia kenal. Jarak sepuluh meter Dhara yakin betulsipa sosok itu sebenarnya…
“Kyaa!!!! Mas-mas yang tadi!!!”
Teriaknya histeris kearah Dirga dan Djenar yang masih belum sadar. Djenar yang menyadarinya, juga ikut-ikutan histeris seperti orang sakit jiwa, refleks ia menggenggam tangan Dirga dan lengannya.
“Dirga!!! Bagaimana inin? Haduh…”
Keluh Djenar ketakutan.
“Heh? Apaan tanganmu nih..”
Serunya ketus.
“Lah…”
Secepat kilat, tangan Djenar segera beralih kebahu Dhara. Dia benar-benar refleks melakukan hal tersebut.
Jarak mas-masnya makin dekat dan beberap detik lagi akan sampai pada tempat ketiganya bernaung.
Kalau boleh menghitung mundur mari kita berhitung bersama…
10,9,8,7,6,5,4,32,1…………
“Greweng… Ngggreungngngngngngng!!!!”
Suara motor yang tidak jelas sattusnya itu, mengorek dalam-dalam telinga.Ternyata mereka hanya lewat saja. Dhara mengehempaskan nafasnya. Mersa sangat lega. Sedangkan Dirga meraih Flashdisk yang diulurkan Dhara padanya.Djenar jauh lebih lega dan senag. Tapi kekesalan terhadap dua pria tadi belumlah hilang terlepas dengan suara motor mereka yang tidak dibri saringan knalpot. Kalu orang bilang mulutmu itu harimaumu. Hendaklah kita semua percaya itu. Amarah dan sesal selalu bercampur menjadi satu ramuan maut yang akan dilontarkan lewat mulut setiap orang. Semua keberanian, kekesalan dan kebencian Djenar terhadap dua pria tadi termuntahkan melalui teriakkan dahsyatnya.
“Hey Mas!!!!!!!!!!”
Suaranya tak jauh beda dengan bunyi motor kedua pria tadi. Nyaring dan bising. Jarak kurang dari lima ratus meterk tentu masih mendengar teriakan sii gadis berkerudung putih ini. Dhara dan Dirga memandang kearah Djenar seolah ingin memarahinya. Tapi sebelum amarah itu diungkapakan, sebaiknya mereka cepat beranjak dari tempat mereka sekarang berpijak. Dua orang pria tadi memutar balik motornya seolah menuju kesumber suara lantang yag meminta kehadiran keduanya.
“Haduh!!!! Kyaaaa!!!!!!”
Kali ni Djenar sepuluh kali lipat lebih histeris daripada bagian awal histerisnya.
“Kamu sih!!! Pakai teriak-teriak segala!!!”
Dhara marah dan segera naik ke motornya.
“Cepetan ayo naik!!!”
Tambah Dhara dengan sorotan setajam elang.
Dirgapun menyalakn mesin motornya.
“Haduh… tadi itu reflek”
Djenar terus saja menyangkal dan menutup mulutnya.
Dhara segera melaju kencang, sosok kedua pria it terus mengarah pada keduanya. Dhara tak berani memutar arah, karena ini memang jalan satu arah. Dengan nyali ala BONEK (Bondo Nekat) Dhara mengegas dan melaju begitu kencang. Cuma tinggal sepuluh meter mereka akan berpapasan dengan kedua pria mabuk tadi.
1 detik… 2 detik… 3 detik…
“……………………………………………………………………….”
Djenar cuma bisa terus membaca Alfatihah dihatinya. Wajahnya sedikit pucat, terlebih alisnya terus mengerut.
Dan inilah saatnya…
“Hahahahahahahahahaha………………”
Dhara cekikan menahan malu menertawakan dirinya sendiri.
“Eh? Lo ? mas-masnya mana?”
Djenar kebingungan, karena dia memejamkan matanya kala itu terjadi.
“Liat deh…”
Kata Dhara cekikan sambil menunjuk kearah gang besar bertukliskan “GELORA AYANI”
“Hahahahahahaha……. Kita GR banget ya?”
Kali ini Djenar yang tertawa lebar sambil melihat dua sosok pria yang ternyata bukan mau menghampiri ia dan kawannya. Tapi dua pria tadi memutar arah karena kelewatan gang Gelora Ayani.
“AstaghfiruALLAH…”
Kata Djenar sambil mengelus dadanya, seakan semua beban itu telah lenyap.
Mereka berhenti ditrotoar dan kembali berbincang dengan Dirga.
“Kalian GR sekali… Haahahahahaha…”
Kali ini gelak tawa Dirga benar-benar menyindir kedua gadis abu-abu.
“Halah…bener-bener shock tau!!!”
Sangkal Djenar sinis.
“Lagian situ pake’ teriak-teriak segala!!!”
Lagi-lagi Dhara menimpakan masalah pada sii kerudung putih.
“Kesel!!! Pelampiasan deh!!!”
Pembelaan ala sii kerudung putih.
“Tragedi Mas-mas girls…Hahahahaha”
Seru Dirga , lalu ia segera melaju kencang denagn motor bebeknya.
Jantung Djenar masih saja berdebar meski segala ketakutan itu telah sirna bersama tenggelamnya mentari, sontak ia tersdar pada sebuah kenyataan hidup. Bahwa bukan hanya kebahgiaan yang ada pada hidup seseorang. Mas-mas yang seperti itu membuat Djenar memjamkam mata mengingat kata ibunya tentang jenis kehidupan. Mereka yang dengan kondisi sepeerti itu terlihat menikmati hidup walau kelam dan suram. Diam-diam hatinya tengah bersenandung pelan mengingat kejadian itu…
Tak akan kulupakan hari ini…
Raut wajah menyeramkan dan mencurigakan…
Aku takut sangatlah takut..
Gerak-gerikku tak ubahnya tupai bodoh..
Entahlah perasaan semacam apa ini?
Dimanapun dan kapanpun aku kan selalu mengingatnya…
Ingat, aku kan mengingat tragedi mas-mas ini…
Marah dan kesal aku pada mereka..
Akan kutahan perasaan ini…
Sampai kutahu kebenarannya…
Mas-mas seram yang muram..
Akan jadi apa jika terus mabuk?
Sudah saatnya berubah mas…
“Haduh.. Dirga lamanya? Kamu bilang dimana janjiannya? “
Tanya Djenar sambil mengambil botol air mineral dari dalam tasnya
“Halah… ya disini!!! Pasti Dirga ini dandan dulu!!!”
Jawab Dhara sengau.
“Janjian ditempat dekat rumah kalian aja… udha jam segini!!!”
Dian menambahkan seperlunya.
“Iya betul-betul-betul..buruan sms Ra!!!”
Perintah Djenar pada Dhara.
“Yaudah!!!”
Sahutnya ketus dibarengi gerakan kilat memencet-mencet keypad hp Qwertinya.
Melaju ringan dijalanan renggang kota Mojokerto, sedikit menghempas kekesalan Dhara karena Dirga yang tak kunjung datang mengambil amanahnya. Sementara sii kerudung putih sibuk berkutat dengan keypad beserta layar ponselnya.. Jalan lurus itu, kini berakhir disebuah persimpangan, Dian yang sendiri mengendarai matik hitam kecilnya segera mereting dan membelok pelan dipersimpangan itu.
“Tiin…………….Tiiin……………….Tiiiin……………………………”
Ia membunyikan klaksonnya, seolah menjadi simbol salam perpisahan.
Dhara yang berboncengan dengan Djenar makin melaju kencang mengikuti arus jalanan yang lurus. Beberapa ratus meter kemudian , mereka singgah disebuah tempat yang terhindar dari kilau emas mentari. Jalan dibawah jembatan, tepat berada didepan tiang kokoh penyangga ala kontruksi Belanda. Hening dan sendu sedikit menggelitik bulu roma keduanya. Hanya ada pedagang kaki lima yang sibuk meracik hidangan untuk sang pelanggan. Sii kerudung putih membuka kaca helmnya, menghamburkan seluruh tatapan polosnya kesetiap penjuru tempat itu. Tak ada lagi hal yang terlintas dibenaknya kecuali kengerian dan rasa risih yang terus menggerogoti keberanian diri. JT (Joging Track) begitulah sebutannya.
Sudah jadi label permanen sebagai tempat tindak tidak senonoh muda-mudi tiap malam menjelang terlebih malam Minggu. Puas membatin kerisihan hatinya, Djenar memandang jauh kearah gubuk yang ternyata sebuah warung.
Gubuk sederhana itu tak ubahnya warung remang-remang yang salah jam buka. Ia melihat sentimetil dua orang berboncengan yang asyik ngobrol sambil sesekali menenggak air dalam botol yang kemungkinan besar adalah MIRAS, tepat didepan warung itu.
“Dhara!!! Lihat deh itu sepeda motor!!! Aneh banget, satriya bukan motor bebbek biasa juga nggak!!!”
Kata Djenar memecah keheningan. Dhara tak kunjung merespons, pupilnya terus bergerak mencari keanehan yang ditemukan sahabatnya beberapa detik lalu.
“Ha….ha…ha… Iyya!!!”
Tawanya lebar tanpa dosa. Djenarpun menyusul dengan gelak tawa sinis khasnya. Gelak tawa keduanya senyap-senyap hilang terbawa angin tuk dijadikan teman berkelana.
Suasana mulai terasa hangat, toh tetap saja kekesalan dan amarah jiwa terus menghardik keduanya. Dua gadis putih abu-abu itu terus menanti sang pemberi amanah yang tak kunjung muncul bak dua tupai bodoh dibawah pohon kelapa. Berkali-kali sms dikirim ke Dirga, tapi hanyalah pesan teks merangkai kata-kata yang diraih oleh keduanya.
“Haduh.. Dirga ngapain dulu sih? Pasti dandan dulu!!!”
Entah sudah berapa kali Dhara mengeluhkan hal semacam itu.
“Tahu deh!!! Kebangetan itu anak!!! Emang dia pesolek!!!”
Tak ubahnya temannya, sii kerudung putih terus saj berkomentar sama tip kali mendengar keluhan semacam itu.
Komentar pedas dan tawa penghinaan kedua gadis putih bau-abu beberapa waktu yang lalu terhempas anginasore seolah mengundang sang objek tertawaan keduanya. Sementara keduanya terkurung dalam rasa murung dibawah lagit mendung jembatan. Tanpa mereka sadari dua pria berboncengan menaiki motor yang tak jelas statusnya (Satria atau bebek biasa?) itu melaju kearah mereka. Sii kerudung putih yang sensitive segera terguncang menjumpai dua sosok pria berperangai preman dihadapannya. Ini tak ubahnya melihat sesosok penampakan makhluk halus, setan dan sebangsanya bahkan lebih dari itu sensasinya. Dua orang berperangai preman itu kian mendekat, sekarang tepat dibelakang keduanya. Djenar makin gugup saja, reflek dia menutup kembali kaca helmnya. Senyap-senyap Djenar mendengar sii pria pertama tengah berucap lamban namun pasti.
“Mbak…. Gelora Ayani dimana ya?”
Kata sii pria dengan pandangan pemabuk dungu yang mabuk disore hari begini. Jelas ini hanya trik penggoda konyol para pria hidung belang. Gelora Ayani jelas-jela Cuma lurus dari tempat mereka berada.
“………………………………………’
Tak ada kecap sedikitpun. Saling berdiam diri bergulat dengan benak masing-masing.
Sii kerudung putih hanya berteriak kedap suara sambil terus memukul bahu temannya. Tanpa diprintah lagi, Dhara menginjak pedal gasnya, membelokkan motor bebeknya kekanan kearah Gelora Ayani meninggalkan 2 pria pemabuk yang tak ada bedanya dengan tupai bodoh pengerat kacang.
“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!”
Mereka bertriak histeris disepanjang jalan yang mereka lalui. Lalu berhenti dideretan asrama TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang berarsitektur Belanda sangat kental. Wajah shock dan ketakutan masih menyergap, terlebih bayangan mereka berdua tyerliat lebih takut. Dhara segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Dirga. Entah apa yang membawa kedua pria tadi pada mereka. Apa mereka tertarik dengan tas monster ala Party Dork yang sedari tadi bertengger dibahu Djenar. Terlebih telinga segitiganya sangat lucu bila bergerak mengikuti spoi-spoi angin. Ah… sudahlah!!! Bukan saatnya mengagumi kelucuan sebuah benda seperti itu. Keduanya terus saja bercerita tentang ketakutannya. Djenar benar-benar tak bisa berhenti menceritakan apa yang ia rasakan. Tapi gelak tawa terus saja mereka terbangkan ke langit sore yang jingga kebiru-biruan berhiasakan awan putih cumulus. Kekesalan mulai menghantui keduanya. Dirga? Diamn a sosok itu kini bernaung?
“DrDrDrDRtttttt….”
Getaran ponsel Djenar mngusik amarah keduanya. DDipencetnya dengan cepat keypad bagian tengah ponselnya.
“Dirga!!!”
Teriaknya bahagia.
“Dia diamana?”
Tanya Dhara begitu lega.
“Bentar lagi dia kesini… suruh sabar katanya!!!”
Lanjutnya sambil memandang jauh kearah jalanan.
“Hmmm…”
Saut Dhara seolah kecewa.
Sosok yang tak asing dimata Djenar mengarah pada keduanya, kaos putih dengan gambar monster animasi dipadu celana pendek hitam selutut denag menaiki motor bebek hitam pekatnya. Begitu melepas helm Kytnya, kaca mata ala Dochie Peweegaskin selalu jadi hal paling eyecatchy yang enak dipandang mata.
“Haduh… aku nunggu lama tau dibawah jembatan!!!”
Keluhnya sambil mematikan mesin motornya dengan memutar kekanan kuncinya.
“Looo!!!! Kita juga nunggu kamu!!!”
Saut Dhara sentiment.
“Huft… kamu tahu nggak? Sampai digodain mas-mas geje!!! Hiii!!!! Serem aku Dir!!!”
Tambah sii kerudung putih sambil mengelus-elus kepalnya.
“Heh? Digodain mas-mas apaan?”
Tanya Dirga seolah tak percaya.
“Gug tau ah!!!! Geje banget masa’ Tanya diaman Gelora Ayani? Jelas-jelas mau godain mas-masnya!!! Orang Mojokerto mas’ nggak tahu diman Gelora Ayani?”
Djenar makin memperjelas.
“Hahahaha… mangkanya…”
Tawanya lebar dengan gaya khas tersendiri.
“Gara-gara kamu tau!!! ”
Balas Djenar dengan senyuman manja.
“Apaan? Kok aku?”
Kali ini Dirga kembali mengelak.
“………………..”
Sementara Dhara terus diam membisu memperhatiakn jalanan. Sepetinya ia melihat sosok yang mencurigakan. Tapi dia tidaklah melihat UFO. Sementara Dirga dan Djenar terus saja bercanda.
“Mana?”
Pinta Dirga pada Djenar sambil mengulurkan tangannya.
“Bentar…”
Jawabnya lirih dibarengi mengambil sesuatu dari dalam tas monsternya.
“Loh? Flashdisknya aja!!!”
Dirga menolak pemberian Djenar.
“Lowh? Mending in aja!! Sma kok”
Bujuk Djenar sambil terus membalik-balik lembaran kertas materi pelajaran LH (Lingkungan Hidup).
“Nggak mau kok!!!”
Tolak Dirga bringas.
“Huh!!! Dasar nyusahin aja!!! Ini flashdiskumau tak pakai Ga!!!”
Balas Djenar kesal
“Hallah… kamu tiu?”
Tanggapan innocent Dirga.
Dhara terus saja memperhatikan sosok itu, sepertinya ia kenal. Jarak sepuluh meter Dhara yakin betulsipa sosok itu sebenarnya…
“Kyaa!!!! Mas-mas yang tadi!!!”
Teriaknya histeris kearah Dirga dan Djenar yang masih belum sadar. Djenar yang menyadarinya, juga ikut-ikutan histeris seperti orang sakit jiwa, refleks ia menggenggam tangan Dirga dan lengannya.
“Dirga!!! Bagaimana inin? Haduh…”
Keluh Djenar ketakutan.
“Heh? Apaan tanganmu nih..”
Serunya ketus.
“Lah…”
Secepat kilat, tangan Djenar segera beralih kebahu Dhara. Dia benar-benar refleks melakukan hal tersebut.
Jarak mas-masnya makin dekat dan beberap detik lagi akan sampai pada tempat ketiganya bernaung.
Kalau boleh menghitung mundur mari kita berhitung bersama…
10,9,8,7,6,5,4,32,1…………
“Greweng… Ngggreungngngngngngng!!!!”
Suara motor yang tidak jelas sattusnya itu, mengorek dalam-dalam telinga.Ternyata mereka hanya lewat saja. Dhara mengehempaskan nafasnya. Mersa sangat lega. Sedangkan Dirga meraih Flashdisk yang diulurkan Dhara padanya.Djenar jauh lebih lega dan senag. Tapi kekesalan terhadap dua pria tadi belumlah hilang terlepas dengan suara motor mereka yang tidak dibri saringan knalpot. Kalu orang bilang mulutmu itu harimaumu. Hendaklah kita semua percaya itu. Amarah dan sesal selalu bercampur menjadi satu ramuan maut yang akan dilontarkan lewat mulut setiap orang. Semua keberanian, kekesalan dan kebencian Djenar terhadap dua pria tadi termuntahkan melalui teriakkan dahsyatnya.
“Hey Mas!!!!!!!!!!”
Suaranya tak jauh beda dengan bunyi motor kedua pria tadi. Nyaring dan bising. Jarak kurang dari lima ratus meterk tentu masih mendengar teriakan sii gadis berkerudung putih ini. Dhara dan Dirga memandang kearah Djenar seolah ingin memarahinya. Tapi sebelum amarah itu diungkapakan, sebaiknya mereka cepat beranjak dari tempat mereka sekarang berpijak. Dua orang pria tadi memutar balik motornya seolah menuju kesumber suara lantang yag meminta kehadiran keduanya.
“Haduh!!!! Kyaaaa!!!!!!”
Kali ni Djenar sepuluh kali lipat lebih histeris daripada bagian awal histerisnya.
“Kamu sih!!! Pakai teriak-teriak segala!!!”
Dhara marah dan segera naik ke motornya.
“Cepetan ayo naik!!!”
Tambah Dhara dengan sorotan setajam elang.
Dirgapun menyalakn mesin motornya.
“Haduh… tadi itu reflek”
Djenar terus saja menyangkal dan menutup mulutnya.
Dhara segera melaju kencang, sosok kedua pria it terus mengarah pada keduanya. Dhara tak berani memutar arah, karena ini memang jalan satu arah. Dengan nyali ala BONEK (Bondo Nekat) Dhara mengegas dan melaju begitu kencang. Cuma tinggal sepuluh meter mereka akan berpapasan dengan kedua pria mabuk tadi.
1 detik… 2 detik… 3 detik…
“……………………………………………………………………….”
Djenar cuma bisa terus membaca Alfatihah dihatinya. Wajahnya sedikit pucat, terlebih alisnya terus mengerut.
Dan inilah saatnya…
“Hahahahahahahahahaha………………”
Dhara cekikan menahan malu menertawakan dirinya sendiri.
“Eh? Lo ? mas-masnya mana?”
Djenar kebingungan, karena dia memejamkan matanya kala itu terjadi.
“Liat deh…”
Kata Dhara cekikan sambil menunjuk kearah gang besar bertukliskan “GELORA AYANI”
“Hahahahahahaha……. Kita GR banget ya?”
Kali ini Djenar yang tertawa lebar sambil melihat dua sosok pria yang ternyata bukan mau menghampiri ia dan kawannya. Tapi dua pria tadi memutar arah karena kelewatan gang Gelora Ayani.
“AstaghfiruALLAH…”
Kata Djenar sambil mengelus dadanya, seakan semua beban itu telah lenyap.
Mereka berhenti ditrotoar dan kembali berbincang dengan Dirga.
“Kalian GR sekali… Haahahahahaha…”
Kali ini gelak tawa Dirga benar-benar menyindir kedua gadis abu-abu.
“Halah…bener-bener shock tau!!!”
Sangkal Djenar sinis.
“Lagian situ pake’ teriak-teriak segala!!!”
Lagi-lagi Dhara menimpakan masalah pada sii kerudung putih.
“Kesel!!! Pelampiasan deh!!!”
Pembelaan ala sii kerudung putih.
“Tragedi Mas-mas girls…Hahahahaha”
Seru Dirga , lalu ia segera melaju kencang denagn motor bebeknya.
Jantung Djenar masih saja berdebar meski segala ketakutan itu telah sirna bersama tenggelamnya mentari, sontak ia tersdar pada sebuah kenyataan hidup. Bahwa bukan hanya kebahgiaan yang ada pada hidup seseorang. Mas-mas yang seperti itu membuat Djenar memjamkam mata mengingat kata ibunya tentang jenis kehidupan. Mereka yang dengan kondisi sepeerti itu terlihat menikmati hidup walau kelam dan suram. Diam-diam hatinya tengah bersenandung pelan mengingat kejadian itu…
Tak akan kulupakan hari ini…
Raut wajah menyeramkan dan mencurigakan…
Aku takut sangatlah takut..
Gerak-gerikku tak ubahnya tupai bodoh..
Entahlah perasaan semacam apa ini?
Dimanapun dan kapanpun aku kan selalu mengingatnya…
Ingat, aku kan mengingat tragedi mas-mas ini…
Marah dan kesal aku pada mereka..
Akan kutahan perasaan ini…
Sampai kutahu kebenarannya…
Mas-mas seram yang muram..
Akan jadi apa jika terus mabuk?
Sudah saatnya berubah mas…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar