Only hope

Sabtu, 26 November 2011

Kartu Ucapan untuk Kamu (Kuberikan pada yang lain)

“Udah beli aja!!!Belum tentu waktu ultahnya masih ada!!!”
Paksa temanku sambil menenteng sekeranjang penuh buku tulis dan seperangkat alat tulis.
“Tapi masih lama, kurang tiga bulan lagi!!! ”
Jemariku menari mengira-ira sebuah hitungan
“Halah!!! Daripada nanti nyesel lo!!!”
Kali ini temanku seolah melotot (padahal matanya memang belo’) meamaksaku membeli barang itu.
“Hmmm, iya juga, langka yang modelnya kaya’ gini!!!”
Kali ini kuambil barang itu dan kubuka pelan agar tak merusaknya.
“Wah… Lucu!!!”
Temanku bersorak melihat kejutan dalam barang ini.
“Wah, iya lucu!!! Harus dibeli ini, pasti dia suka…”
Mataku berbinar dan menaruh harapan besar pada selembar kertas bermotif tokoh kartun Jepang yang gemar melahap dorayaki.
“Sini!!!”
Temanku mengambil kartu ucapannya dan memasukkannya kedalam keranjang.
“Tunggu!!! Harganya berapa?”
Sontak aku mencari label harganya .
“Cuma 4500 kok!!!”
Jawab temanku sambil menunjuk label harga yang ternyata dipasang dipojok kirn atas rak.
Ketika itu bulan Juni, dan sekarang akhir November. Lima bulan telah berlalu, bulan yang sebenarnya selalu kunanti juga telah berlalu dua bulan yang lalu. Tapi apa boleh buat. Manusia boleh saja berencana namun Tuhanlah yang berkehendak. Mungkin ada hal yang lebih baik lagi yang akan terjadi. Mungkin tahun depan aku bisa memberi yang lebih baik dari sekedar kartu ucapan seperti itu. Lima bulan sudah barang itu menginap dialmari nomor dua tempat buku-buku pelajaranku tinggal. Tiap kali mengambil buku selalu teringat padanya. Ah… sesak juga rasanya kalau sampai tahun depan barang itu tetap bernaung dialmari bukuku. Entah apa yang membuatku tiba-tiba teringat pada temanku sedari kelas X hingga XI ini, ia juga menyukai apa yang disukainya. Kulihat dia juga lebih membutuhkan daripada yang seharusnya menerima barang ini.
“Kartu ucapan doraemon, yang benar? Boleh aku lihat??”
Tanya temanku antusias.
“Untuk kamu saja, memang mau?”
“Banget!!!” Kali ini wajahnya bahagia sekali.
“Besok aku bawakan…”
Esoknya, ketika aku akan memberikannya. Sedikit ragu dalam hatiku. Pasalnya, harapan bisa memberikan ini pada yang seharusnya menerima masih sangat besar. Tapi aku nggak boleh stuck pada kenangan dan angan yang tak pasti ini. Huft (Menghela nafas panjang). Tanganku menyodorkan sebuah kartu ucapan dengan amplop pink yang manis.
“Ini… ”
“Kenapa diberikan keaku? ”
“Sebenarnya itu..”
“Untuk dia?”
“(Tersenyum simpul)”
Senyumku seolah megiyakan.
“Kenapa nggak diberikan?”
“Sudah lewat, lagipula kami nggak seperti dulu.. ”
Jawabku seadanya.
“Simpan saja!!”
Tambahku sambil tersenyum sebisanya.
“Bener nggakpapa, aku ganti aja ya? Berapa harganya??“
“Murah kok!!! Nggak usah, lagian kalau itu terus aku simpan, aku jadi repot”
Kali ini aku tertawa lebar.
Kalau aku tidak bisa merelakan barang seperti itu yang jelas-jela belum ia terima, bagaimana bisa melupakannya dan menghapusnya? Ah buram!!!


Liburan Kemana? (Aku belum bilang kalau mau ke Surabaya)

Ikan gurami bakar yang kulahap habis diacara perpisahan kelas X-3 masih terasa berenang diperutku, aroma ikan bakar masih terasa saat menelan ludah. Setahun berlalu, begitu dua minggu setelah ini. Status kakak kelas sudah menyambut didepan mata. Ah… Waktu selalu saja cepat berlalu.
“Liburan kemana?”
“Nggak tahu, paling cuma dirumah!!! Kamu kemana?” Jawabku sambil membuka kaca helm, supaya suaraku bisa terdenagr jelas.
“Besok aku mau ke Surabaya…” suaranya terdengar ceria.
“Kerumah nenek?”
“Nggak, mau ke Royal!!!”
“Loh? Sama si mas?”
“(Tersenyum) Iya…”
“Cuma berdua?”
“Iya…” Soraknya gembira.
Setelah masuk gang dan berbelok ketingkungan , rumah yang sudah pernah kukunjungi tiga kali ini, tampak selalu asri seolah tersenyum menyambutku ramah.
“Tante…”
Kujabatkan tanganku pada sosok paruh baya yang selalu ramah menyambutku bila aku berkunjung.
“Duduk mba’…”
“Iya tante…” Balasku dengan senyuman.
“Ini, diminum…”
“Iya tante sudah…”
Jawabku canggung. Habisnya ini sudah cukup siang ubutuk bertamu.
Televisi yang sedari tadi menyala mulai diabaikan oleh sipemilik seolah ia menjadi saksi bisu sebuah kisah.
“Liburan ini kemana mba’?”
“Ah, cuma dirumah tante, kalau Yafa kemana tante?”
balasku sambil tersenyum kecil
“Sama, Yafa juga dirumah…”
“Tapi besok mau ke Surabaya… asyik tante nonton film!!!”
Seruku innocent.
Spontan Mama Yafa lantas berbalik melihat Yafa,
“Loh dhek! Kamu mau ke Surabaya? (Terkejut)”
“I..iya ma…” Jawab Yafa sambil tersenyum kearahku.
Kuambil gelas air mineral dan kuminum untuk menahan tawa yang sudah diujung bibir. Selang beberapa menit, mama Yafa masuk kedalam, entah apa yang dilakukan.
“Haduh … sory nggak tahu!!! Kamu belum bilang?”
Pintaku pada Yafa.
“Aku belum bilang kalau mau ke Surabaya…”
Jawabnya pelan.
Lantas ia tertawa, seolah merasa beruntung.

Kamis, 24 November 2011

PLAYBOY/PLAYGIRL (Penyimpangan sosial?)

“PLAYBOY & PLAYGIRL” sebutan ini selalu diberikan kepada mereka yang mempunyai banyak pacar dan suka berganti-ganti pacar ataupun yang banyak mempunyai fans lawan jenis. Baik pria maupun wanita yang di-JUDGE (Dihakimi) sepeti ini merupakan orang-orang yang deberi karunia keindahan fisik oleh Tuhan YME. Mereka mempunyai wajah yang menarik dan mempesona. Adanya hal tersebut membuat mereka disukai banyak lawan jenisnya. Hal ini juga dapat tergolong sebagia penyimpangan sosial , termasuk kedalam Teori Biologis. Bahwa bukan hanya orang-orang yang mempunyai keterbatasan fisik saja yang mengalami penyimpangan sosial, tapi yang mempunyai kelebihan fisik juga bisa saja mengalami penyimpangan sosial. Jika pada orang yang menyandang cacat fisik mengalami kesulitan berupa rasa rendah diri sehingga ia tidak dapat bersosialisasi dengan baik, malahan pada mereka yang mempunyai kelebihan fisik merasa sangat percaya diri sehingga mengalami OVER ACTION dalam pergaulannya. Tapi tentu tidak semua yang mempunyai kelebihan dan kekeurangan fisik dipastikan melakukan penyimpangan sosial.
Ibarat tombak bermata dua, setiap hal tentulah ada sisi negatife ada sisi positifnya. Begitu pula dengan yang dialami oleh mereka yang disebut sebagai PLAYBOY dan PLAYGIRL. Adakalanya sebutan itu sungguh menyedihkan, tentu tidak seorangpun ingin dianggap seperti itu. Tapi disisi lain kita merasa itu pantas untuk mereka yang suka mempermainkan perasaan sesamanya. Namun ada satu hal yang mungkin tidak pernah kita pikirkan. Pernahkah kita melihat dari 2 sisi yang berlawanan? Saat akan menilai seseorang, akan lebih baik jika mengesampingkan ego kita. Kenapa seorang PLAYBOY dan PLAYGIRL suka berganti-ganti pacar? Pasti dibenak kita sudah berfikiran yang tidak-tidak, kalau kita berfikir logis, hal itu terjadi karena mereka banyak yang menyukai kan? Begitu mereka single tentu ada pihak lain yang mengharapkan mereka. Hal-hal yang seperti itu yang tidak pernah kita pikirkan. Setidaknya cobalah kita membayangkan menjadi mereka. Misalnya, lebih dari satu lawan jenis memberikan perhatian yang lebih pada kita, disaat kita membalas semuanya mudah saja objek tadi menge-JUDGE kita PLAYABOY ataupun PLAYGIRL. Secara logis lagi, bukankah itu hal yang wajar? Kalau kita tidak membalas kebaikan orang lain, bukankah itu yang namanya menyimpang?

Seperti yang dikemukakan Teori Labeling bahwa seseorang yang melakukan penyimpangan pada tahap pertama sudah diberi cap sebagai penyimpangan, dengan demikian pelaku akan terdorong untuk melakukan penyimpangan tahap berikutnya dan akhirnya menjadi kebiasaan. Begitupun dengan sebutan PLAYBOY dan PLAYGIRL, bukankah itu akan menjadi kebiasaan mereka kalau kita terus mege-JUDGE mereka seperti itu. Ucapan adalah doa, tidakkah lebih baik jika kita hapus dua sebutan menyedihkan dari dunia yang fana ini. Bukan demi siapapun, setidaknya lakukan saja demi dirimu sendiri. *_*



Senin, 21 November 2011

Tinggal tetes Terakhir

Walau kilau sang mentari tengah menari-nari dipupilku hingga berakomodasi dengan cepatnya, terlebih hangatnya sinar sang suryapun membelai kulit kuning langsatku. Namun tetap saja aku merasa kedinginan. Badanku rasanya panas dingin. Makin mantap dengan kombinasi nyeri otot leher dan rasa ngilu dibahu. Kok hari ini begini banget ya, berkali-kali hati ini mengeluhkan hal itu. Jumat, katakan hari ini adalah hari itu. Hari ke-5 dalam seminggu, hari favoritku karena dihari itu aku dapat puas melihatnya. Kakakku tercinta, sebenarnya hampir satu setengah semester ini kami dekat layaknya lawan jenis pada umumnya. Tapi entah fikiran apa yang merasuk kala itu, hingga kami putuskan untuk jadi kakak adik saja. Setiap mengingat realita itu, hati ini cuma bisa menggerutu Mau Dibawa Kemana (Armada band) hubungan kami ini?
Les bahasa Jepang dan hari Jumat selalu persatukan kami. Tapi 2 bulan ini, terasa sangat berbeda. Kakak sudah punya pacar lagi setelah beberapa saat yang lalu putus, terlebih dia dekat dengan teman les bahasa Jepang kami. Telisik terselidik nih, sii gadis sukanya sudah tingkat tinggi, entah apa yang kakak beri padanya sampai begitu banget. Aku sudah kenal baik dengan sii gadis, dan dia juga pernah bilang kalau akan melupakan kakak. Lupa sih lupa tapi kok status-statusnya di FB semua buat kakak. Ketemu kakak aja langsung update status. Adhek mana yang nggak naik pitam melihat kakaknya punya penggemar kaya’ gitu. Berulang kali aku juga ingatkan kakak supaya nggak memberikan harapan pada gadis-gadis yang suka padanya. Namun selalu saja nasihatku tidak digubris dengan jawaban cuek bebeknya, bahkan seringkali ia berdalih cuma berteman. Bagaimana mungkin begitu banyak gadis mendambanya, sedangkan kakak tidak pernah benar-benar serius memikirkan mereka semua? (termasuk aku). Apa seorang pria tidak akan mengerti ketulusan sebelum ia menjadi seorang suami. Aku cuma nggak ingin kakak dijudge PLAYBOY. Halah... makin menambah deritaku saja. Aduh, lagi-lagi rasa ngilu dileher dan bahu ini menghantui Jumat pagi cerahku. Aku cuma butuh minyak kayu putih untuk mengangkat semua beban ini. Capek hati, capek pikiran dan capek fisik. Kuambil botol mungil minyak kayu putih yang merknya sudah mendapatkan top brand dari dalam saku bajuku. Kuteteskan di telapak tangan, belum sempat pori-pori kulitku merasakan hangatnya olesan minyak kayu putih. Suara sii cerewet merusak segalanya.
“Biru!!! Kabar buruk...”
Jerit Senris sianambi menepuk bahuku dari belakang. Aku yang tersiksa makin susah saja karena tabiatnya itu. Gara-gara tersentak kaget sii mungil yang kugenggam sedari tadi, terhempas jauh tak berdaya.
“Ya... tumpah!!!”
Refleks aku segera berlari mengambil si mungil tak berdaya. Sementara, sang tersangka utama malah marah dan ngomel seenaknya.
“Haduh... Minyak kayu putih!!! Aku nggak suka!!! Pusing!!! Pusing!!!”
Cuap-cuap Senris sambil menutup hidung peseknya. Rasain, toh aku nggak sengaja kok. Dasar emang hiperaktif aja itu anak.

Minyak kayu putih yang tadinya tinggal setengah botol,sekarang tinggal beberapa tetes saja. Yang lain tumpah percuma dilantai rumah keduaku, kelas X-C. Hiruk pikuk saudara-saudariku terpecahkan oleh senyum simpul manis Mia yang baru saja datang. Aku dan Mia punya kisah cinta serupa tapi tak sama. Satu gadis yang sama terlibat dalam 2 kisah cinta berbeda. Tiwi, gadis berkulit putih halus dan berambut lurus denagn gestur kurus ini adalah sii gadis yang masuk kedalam cerita cintaku dan Mia. Kami sepakat untuk rela walau tidak ikhlas kalau-kalau Tiwi sama kakak ataupun mantan Mia. Tapi masalahnya sii Tiwi ini tidak tulus pacaran sama mantannya Mia. Udah punya pacar tapi tetap aja masih ngarepin kakak. Nah, disinilah kami perlu kerjasama untuk memberi sedikit pelajaran pada Tiwi. Sempat terpikir dibenakku alangkah baiknya jika Tiwi bersama kakak saja agar Mia bisa balikan sama mantannya. Namun relakah aku? Tentu tidak. Begitu rumitnya cinta begini (Tangga). Senyum manisnya menyapaku dengan kehangatan.
“Biru, bagaimana jadi kan?”
Senyumnya makin melebar ketika ia berucap.
“Eh jadi apaan Mi?”
Sahutku santai sambil memasukkan sii mungil kedalam saku kanan seragam pramukaku. Haduh, pikunku kumat lagi.
“Nanti waktu les Jepang kamu jadi duduk berdua kan sama kakak? Biar Tiwi cemburu!!!”
Senyum lebarnya tadi menjadi gelak tawa sinis penuh penderitaan. Aku faham betul apa yang Mia rasakan, walau begitu, jelas ini bukan salah Tiwi , kakak ataupun mantan Mia. Tapi semua ini sudah menjadi kehendak-NYA.
“Doain aja ya, tapi kalau diharapkan banget kaya’ gini, biasanya bakal gatot (gagal total)”
Jawabku sinambi mengambil ponselku disaku sebelah kiri.
“Pasti, aku benar-benar ingin dia sadar dan jujur sama tony...”
Kali ini tawanya terhempas berganti wajah sendu. Kemarahan yang terendap dalam relung hatinya. Jika boleh berharap, para malaikat haruslah mengamini doa Mia pagi ini.
“Tenang, semua indah pada waktunya!!!”
Hiburku pada Mia lalu menerbangkan senyuman getir yang ia balas dengan tatapan penuh balas berpadu senyum sekenanya.
Detik berganti menit, menit menjelma jam. Bunyi bising bel tanda waktu istirahat selesai memecahkan semua kemurungan jiwa ini. Dari jam pertama aku terus berkutat dengan layar dan keypad ponsel jadulku ini. Hampir 25 pesan yang sama dikirim kakak kepadaku. Halah... sedangkan tak satupun pesan balasanku sukses terkirim padanya. Dasar operator error. Semakin pupus saja harapan ini. Padahal kuingin merangakaikan asa Mia tapi aku malah putus asa. Tanpa pikir panjang lagi, kumatikan ponselku dan melahap materi Matematika bab Trigonometri yang semakin membuat pikiranku ruwet untuk kesekian kalinya. Lagi-lagi bunyi bel bising tanda pulang sekolah menghapus semua keruwetan pikiran ini. Kunyalakan ponselku, keadaannya tak berubah dari semula.
“Ayo anterin aku kegerbang depan, kamu kan nggak pulang, mana habis ini mau les bareng sama kakak. ihir, ihir, senagnya ...”
Omel Tiva tanpa dosa.
“Cerewet!!!”
Bentakku pada Tiva yang terus mengomel manja ala boneka barbie.
“Kamu kejam... Kenapa sih?”
Tanyanya polos.
“Ini Hpku eror!!! Jadi nggak bisa ngasih kabar kekakak... Gatot!!!”
Gerutuku sambil terus memencet-mencet keypad ponselku. Lalu senyum simpul manis itu menyapaku dengan hangat untuk keduakalinya.
“Biru semangat ya!!!”
Untuk keduakalinya senyuman simpul manis Mia menyapaku dengan hangat kali ini matanya jauh lebih berbinar-binar daripaada tadi pagi.
“Beres!!! Tenang aja”
Balasku dengan senyuman getir. Apa boleh buat terpaksa berbohong demi kebaikan. Padahal semua asa itu telah terbang keangkasa, cuma ada satu keajaiban yang dapat membuat asa itu terkabul. Lamunanku terus saja bergulat dengan alam bawahsadarku. Hingga aku tak sadar ada sebuah panggilan masuk. Beberapa detik kemudian, lamunanku telah sirna tertiup getaran ponsel jadul ini yang semakin meronta-ronta meminta di angkat. Didalam kesulitan pasti adsa kemudahan, 100% aku percaya hal itu. Kyaaa!!! Kakak meneleponku...
“Tiva!!! Kakak telepon ini... Haduh...”
Bukannya mengangkat telepon, justru aku berteriak kegirangan kearah Tiva.
“Assalamualaikum...”
sapaku dengan hati yang berdebar.
“Walaikumsalam...”
Suara yang tidak asing lagi, suara besar dengan kombinasi kelembutan dan serak-serak basah khasnya kakak.
“Kamu pulang dulu apa langsung les Jepang?”
Tanyanya dengan nada terburu-buru.
“Aku nggak pulang!!! Ikut jumatan dulu!!” Jawabku pelan, kali ini jantungku makin berdebar.
“Aku titip gitar tunggu disitu!!!”
“Eh? Maksudnya apa?”
.Gara-gara berdebar-debar jadi nggak bisa berfikir jernih.
“Aku... titip gitar dikelas kamu!!!” kali ini nadanya makin terburu-buru.
Satu detik, dua detik, tiga detik...
Kami saling berdiam diri, dan kulancarkan gurauan ringan...
“Walaikumsalam...”
“Ha..ha... iya-iya walaikumsallam...”
Gelak tawanya begitu terasa nyata meski kakak berada diujung sana. Tapi emang pulsanya nggak habis. Beda operator lo!!! (Kaya’nya dapet bonusan telepon)
Seperempat jam menunggu kakak yang tak kunjung menampakkan sosoknya. Kusandarkan tubuh ini pada bahu Tiva, mencoba mentransferkan kekecewaan mendalam jiwa ini pada handai tolan terbaikku.
“Mana sih kakakmu? Emang ngesot kesini?”
Keluhnya sambil beranjak dari posisi duduknya. Aku yang sedari tadi nyaman dibahunya jadi terkejut. Halah.... kakak...kakak...
“Ya udah, ayo tak anterin kegerbang!!! Aku langsung ke Masjid, kurang asem kakak!!!”
Kuantar sahabatku ini ke gerbang. Lantas berjalan menju ke Masjid. Kali ini giliranku yang menggerutu disepanjang jalan menuju masjid. Begitu sampai di serambi masjid kujumpai sosok yang selalu malang melintang dibenak ini.
“Kakak...”
kecapku tanpa suara.
Ia balas kecapan kedap suaraku dengan senyum simpul manis khasnya. Amarah yang membara ini, sirna begitu saja berganti kesejukan yang tentramkan hati. Halah... Masjid ini masjid Biru!!! jangan tergoda oleh setan. Malaikat dalam hati ini segera menyadarkanku. Makin sadar dengan basuhan air suci yang lebih menentramkan hati daripada senyuman kakak tadi. Khutbah yang terdenagr lirih dalam kalbu merasuki jiwa yang suram dan muram. Lalu shalatlah seluruh jamaah tuk dirikan tiang agama kami, ajaran Islam. Semakin sempurna dengan pengajian Hikam yang kali ini di kelas XI-IA5. Tadi aku sudah mengisyaratkan pada kakak bahwa aku ikut pengajian dan ia mengangguk pelan. Tapi tak kujumpai sosoknya saat pengajian berlangsung. Kamu dimana?
Satu jam berlalu dan jam diponselku telah menunjukkan pukul 13.30, aduh... udah mulai ini lesnya. Aku bergegas keluar dan menyebar pandangan kesetiap penjuru sekolah yang sepi. Berjalan lurus kearah lapangan basket utama dekat aula atas. Hanyalah perasaan yang menuntunku, tuk temukan sosoknya, jikalau perasaan ini tepat mungkinkah Ada Cinta (Ost. Heart Acha feat Irwansyah) diantara kami? Entahlah, mungkin cinta persaudaraan. Munculah rambut kaku hitam yang tingkat kelurusannya tidak diragukan lagi dari balik dinding tangga aula atas. Itukah kakak?
Melihat kakak dari enggel sampig semakin mendebarkan jantung ini. Rahangmu yang kokoh berpadu hidung mancung menjorok keluar dan kulit putih halus itu...
Belum pernah aku melihatmu sedetail ini, jantung ini berhenti berdebar lalu sedetik kemudian berdebar hingga serasa vena dan arteriku sedang bermain kucing-kucingan.
Mata kami saling berkedip seolah mengisyaratkan tunggu disitu dan aku akan mengahampirimu. Aku berjalan kearahnya dengan membawa ranselku yang berat sekali seperti membawa batangan logam dan tak lupa menjinjing helm berwarna biru berpadu motif kupu-kupu. Kami berjalan berdua menuju ruang TU pembayaran SPP, berharap sensei ada dan kami segera kekelas untuk les. Tapi tak ada sosok beliau yang ada hanyalah karyawan-karyawan TU yang berkutat dengan komputer didepan mereka hingga tak menyadari keberadaan kami.
“Langsung ke atas aja!!!”
Seru kakak sambil melangakah maju meninggalkanku. Kami tidaklah berjalan berdampingan bahkan juga tak bergandeng tangan. Namun kurasakan percikan kecil dan aneh yang mengusik hati ini. Inikah Cinta Pertama? (Bunga Citra Lestari) Seiring jalan, kami makin mendekat hingga tak kusdari aku tepat disampinganya, kami terus berbincang tanpa peduli sekitar. Bahkan tasku yang berat tadi, terasa ringan tertiup angin. Kami sampai di depan kelas X-I , tak ada satupun sosok teman les Jepang kami, yang ada hanya anak ekskul musik yang sepertinya mengenal kakak yang asyik bersendau gurau dengan beberapa anak akselarasi.
“Asan!!! Jadi sekarang sama yang ini...”
Seru Dino kepada kakak tanpa tahu kebenaran hubungan kami.
“............”
Kakak hanya diam membisu, seolah hanya dengan menggelengkan kepala dan tersenyum saja dapat menjelaskan kebenaran hubungan kami. Halah, aku nggak peduli. Kuketuk pintu kelas X-I tak lupa dengan salam dan menebar seyuman malu karena datang terlambat keseisi kelas itu. Tiwi...
Dia sedang duduk bertiga sambil memandangi labtopnya. Sekilas ia melihatku dan terlihat terguncang saat melihat sosok dibelaknagku. Dia pasti tidak menyangka kami berangkat berduaan saja. Kalaupun bertiga, pasti sii setan tidak menampakkan wujudnya. Aku langsung memilih bangku baris kedua pada banjar yang sama pula. Sebelah kursi kosong disamping kursiku distulah Tiwi dengan teman-temannya. Sementara kakak terlihat duduk manis tepat dibelakangku. Tapi bodohnya ia, aku tak menyangka, ia berpindah tempat disebelahku dan sebelah Tiwi tentunya. Anehnya tak secuwil senyuman ataupun sapaan dari Tiwi. Padahal kan dia maniak banget kekakak.
“Hii... sombong banget”
Gerutu kakak lirih saat mulai kuda-kuda bersiap untuk duduk disampingku.
“Sapa dia duluan...”
Perintahku pada kakak sambil melirik kearah Tiwi yang terlihat berapi-api.
“Nggak mau!!!”
Tolaknya bringas. Kukeluarkan buku biru usang yang lecek dan kubuka halaman 18. Kakak yang tidak punya buku, pastilah akhirnya mengungsi padaku. Wow, tak pernah kami sedekat ini. Cuma berjarak nggak lebih dari 5 cm. Kyaaaaaaa!!! Rasanya seperti tersambar petir disiang bolong. Kami mulai mengobrol sendiri dan membiarkan sensei terus menerangkan tanpa hentinya. Mulai bicara dari A sampai Z bahkan dari yang geje (Nggak Jelas) sampai yang serius. Kakak mengeluh tentang ulangan harian fisikanya yang mendapat nilai 25, aku sedikit tertawa geli dan mengatakan bahwa aku dapat nilai 30. Dan tertawalah kami berdua, gelak tawa tak berakhir disitu. Ia keluarkan sebuah KTP. Aku mengira itu punyanya. Tapi praduga itu salah. Ia juga mengeluarkan kartu pelajarnya. Meletakkan kedua kartu itu berjajar tepat dihadapanku.
“Mirip kan?” Tanyanya antusias.
“Hemmm... nggak!!! Ini siapa?”
Aku malah bertanya balik sambil terus menganlisa kedua sosok yang ada di kartu tersebut.
“Itu masku!!! Miriplah!! Cuma masku agak gendut!!!”
Dia berargumen dengan bangganya.
“Ah... nggak!!! Jangan-jangan kamu anak pungut?”
Aku sedikit menahan tawa saat melihat mimiknya. Kami terdiam dan tertawa untuk kesekian kalinya. Sensei semakin tidak kami anggap. Habisnya aku dan kakak tidak hafal hiragana sih...
Haduh... lagi-lagi ngilu otot leherku kambuh, terlebih dadaku aga’ sesak. Beginilah derita terserang flu, kukeluarkan si mungil dari dalam sakuku dan meneteskannya ditelapak tangan kananku. Huft... simungil cuma tinggal tetes terkhir. Kakak hanya memperhatikanku. Hingga aku kembali mengawali obrolan kami.
“Aku kaya’ nenek-nenek kak... kemana-mana bawa minyak kayu putih”
Kataku sambil terus mengoleskannya dileherku dibalik kerudungku.
“Siniku juga sakit... pijetin dhek!!!”
Ceplosnya sambil menyentuh bagian pundak kanannya.
“Heh? Didepan umum gini?”
Reaksiku makin membuat obrolan kami menggelikan.
“Loh? Sebagai adhek yang baik kamu harus menuruti perintah kakaknya!!!” Celotehnya diiringi tawa getir dengan secuwil kekecewaan.
“Halah...”
Jawabku sinis. Lalu ia ambil si mungil dan meneteskan tetesan terakhir sii mungil dijari telunjuknya yang lentik dan panjang. Hmm... batinku merenung santai. Untuk apa jika hanya setetes?
Mengejutkan!!! Sebenarnya kakak salting (Salah tingkah) atau maya (Mati Gaya) sih. Masa’ ia oleskan telunjuknya tadi kepelupuk matanya. Orang bodoh selalu bertindak ceroboh. Memangnya itu sebuah kenikmatan, pasti panas sensasinya...
Sejujurnya geli sekali melihat tingkah kakak, aku melihatnya dalam-dalam hingga mata kami bertemu pandang.
“....................................”
Jantung ini berhenti berdebar, semakin kutatap dalam matanya dan pancaran matanya menbuat segalanya berubah, seolah aku tengah melihat sosokku dicermin. Matanya sama dengan punyaku. Mata kepedihan yang disembunyikan dibalik senyuman pilu. Ketulusan macam apa ini? Tak pernah kurasakan hal semacam ini. Ketulusan yang memluk erat-erat hati ini, seolah meminta aku menyayanginya dan selalu ada disisinya. Kini aku menyadari satu hal penting bahwa aku memang tidaklah banyak tahu tentang kakak tapi aku telah mengetahui satu hal yang banyak orang tidak mengetahuinya. Kakak, bibirku membeku terpaku oleh tatapan mautmu, hanya terdengar lirih derap langkah kaki sensei yang menuju kebangku kami. Sesegera mungkin kupalingkan pandangan dan membalik-balik buku usang yang sedari tadi jadi saksi bisu perbincangan kami. Secara serta merta sensei telah mengakhiri debaran jantung yang tak karuan ini. Satu Jam Saja(Lala Karmeela) begitu dengan kakak mungkin jantung ini akan meledak. Halah...
Berangkat bersama, pulangpun juga harus begitu. Kyaaa!!! Saat-saat yang sangat menyenangkan. Kali ini kami tak sungkan berdampingan seolah dua pasangan sejoli. Berjalan menuju rumah keduaku. Kuambil kamus Bahasa Inggrisku yang ketinggalan. Menakjubkan, ia bawakan kamus 6 Triliunku walaupun aku yang memintanya. Kami terus saja berbincang seolah tak rela bila saat-saat indah ini berakhir. Kami melintas disamping kolam yang baru saja dan sedang dalam proses pembangunan, bertemu beberapa teman les Jepang kami.
“San sepeda motormu dimana?”
Teriak pak Anto, satpam sekolah kami pada kakak. Kakak tidak begitu respect, Namun ia segera berlari berbarengan dengan ejekan konyol teman-teman.
“Pacaran terus!!! Sampai lupa sepedanya!!!”
Seru Hepta sambil menggandeng erat Raya seolah menyindir aku dan kakak.
“.......................” Ah... aku talkless nih.
Beberapa saat kemudian kakak kembali disisku. Bersamamu (Vierra) adalah Saat Bahagia (Pasha Ungu feat Andien) yang tak mungkin kulupakan karena akhirnya aku bisa mengungkap Rasa Ini (Vierra) . Asa bahagiaku terpecah oleh ejekan Hepta lagi.
“Gandengan dong...”
Ucapnya sambil berjalan nyelonong mendahului kami berdua.
“............................”
Sesaat kami tersenyum sambil terus melangkah maju menuju kebahagiaan.
“Ah... sudahlah!!! Biarlah dunia berkata apa?? Yang penting kita tidak...”
Kataku lirih tanpa berani menatap wajah kakak yang sedikit tertunduk. Sejujurnya aku menyesalinya, bukan tempatnya aku berkata demikian ketika kami tengah berjalan mesra seolah dunia milik kami berdua.
Sampai didekat aula atas, suara itu terdengar memanggil kakak jauh lebih lantang dari sebelumnya.
“Hey Asan!!! Ini kunci gerbangnya!!! Sepeda motormu kekunci le!!!”
Seru pak Anto dengan logat Jawanya yang khas.
Kakak sedikit tertegun memandangku lantas memberikan kamus 6 triliyunku pada diri ini...
“Bawa’en dulu...”
katanya tanpa ekspresi, lalu segera berlari kearah pak Anto.
Tiga menit kemudian kami kembali bersama dan berjalan menuju parkiran. Menggelikan, satria kesayangan kakak tengah berdiri sendiri meratapi nasib dicampakkan sang pemilih. Miris dan sedikit histeris melihat motor kakak. Benda seperti itu adalah hal nomor 4 terpenting dalam hidup kakak. Harusnya aku yang nomor 5. Halah..
Kakak mengeluarkan satrianya, aku memandang kosong padanya. Membayangkan bagaimana jika aku dibonceng. Kyaaaa!!! Nggak mau Takut (Viierra) adhek.
“Ayo... bareng?”
Ajaknya sambil tertawa getir, karena sudah pastilah aku akan menolaknya. Tiga kali ini, ia menawariku dan aku terus menolaknya sejak dulu. Maaf kak...
Didepan gerbang tak kujumpai sosok ibunda, malah bertemu dengan teman SMPku dan tentunya teman kakak juga. Mereka terus mengobrol sementara aku terus menengok kekanan dan kekiri jalan. Hingga teman kami ini bertanya polos
“Kalian habis ngapain? Ekskul?”
Tanya Gumelar santai.
Kami tak kunjung menjawab, lagi-lagi kami berpandang dan tersenyum geli satu sama lain.
“Habis bantu-bantu pak Anto...”
Jawabku sambil terus tertawa.
“Loh...”
Gumelar jelas mengetahui itu kebohongan belaka, tapi pasti dia juga akan begitu bila jadi kami berdua. Sepuluh menit berlalu , ibunda tak kunjung datang menjemput daku. Gumelarpun beranjak pulang. Dan tinggalah aku dan kakak. Sedikit aneh kali ini. Semilir angin seolah jadi intro bahagainya kisah kami.
“Ngomong-ngomong anda ngapain ya?”
Kataku ketus sambil melirik penuh canda pada kakak yang duduk dengan gagahnya di sepeda motornya.
“..............”
Ia tersenyum saja, tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Lalu memutar kunci motornya.
“Oke... Adios...”
Kali ini kakak akan berbahasa Spanyol. Tapi kusela begitu saja. Aku tidak suka dengan hal itu.
“Walaikumsalam...”
Kataku polos.
“Ha..ha... iya... iya walaikumsalam..”
Ia beranjak pulang diiringi senyum tulusnya.
Hari ini, aku takkan melupakannya. Hari saat kamu meneleponku, menungguku, duduk denganku, memintaku, menertawaiku dan menemaniku. Hari saat aku melihat ketulusanmu, menolongmu, menyaksikan kamu dimarahi pak satpam, melihat tertegun senyummu dan juga tatapanmu tadi.
Hari saat kami sepakat tidak akan kuliah di Malang, sepakat bersama, sepakat berdua dan semua obrolan kita. Jumat untuk diingat dan dikeramatkan. Aku sayang, sayang sekali pada kamu kakak...
Bersenandunglah hati ini dengan terus mengingat-ingat saat bahagia bersamamu...

J ikalau hati kita terus terhubung
U ntuk bersama dan berdampingan
M aukah kamu selalu ada untukku?
A ku mau untuk ada disisimu selalu..
T idak akan kulupakan hari ini...

D irimu hanya dirimulah...
A ku dan hanyalah aku..
N an indah bila bersatu

K akak dan adhek..
A ku disampingmu selalu..
K amu juga disampingku kan?
A ku mengingatmu..
K akak juga kan?

Minggu, 20 November 2011

Turun dan Salim ke Mama (Maaf aku suuzan padamu, kawan)

Tak terbesit apapun dibenakku kecuali rasa sebal yang beberapa hari ini terus saja ia lontarkan padaku. Sejujurnya aku mengagumi sikapnya yang super cuek dan selalu tabah dalam menghadapi berbagai masalah. Bukan tabah? Mungkin bisa dibilang pasrah. Senyumannya kala itu masih terpatri dimemeoriku. Bisa-bisanya ia tersenyum lebar saat menceritakan ponselnya yang Raib entah kemana. Lalu saat ia putus dengan pacarnya, saat nilai ulangannya jelek. Hampir tak ada goresan ekspresi melas diparasnya yang ayu. Dari ketiga temanku, bisa dibilang aku yang paling muda dan berpikiran kanak-kanak, sering kali mereka mengggodaku dan aku maklum terhadap hal itu.
Namun lelucon yang satu ini, aku sama sekali tidak suka. Kenapa? karena ia mengikut-ikutkan ibuku. Bermula kunjungan kerja kelompk kerumahku. Seperti layaknya ibu-ibu yang ramah. Mama menjamu mereka dengan baik. Tapi memang berlebihan sedikit. Menceritakan hal-hal tidak penting tentangku. Alhasil aku sedikit malu dan risih.
Terlebih saat sebuah radio menyala dan megalunlah lagu yang beken dikalangan remaja. Berdendanglah mama megikuti alunan musik yang sangat cozy. Besoknya ia berkata ibuku lebih gaul dariku yang kolot ini. Haduh, sekali tak apa ia menyebutnya. Tapi kumohon jangan didepan teman-teman yang lain, cukup diantara kami berempat saja. Ah!!! Aku sebal. Itu sama saja tak menghargai ibuku.
Waktu berlalu dengan cepat sampai aku lupa dengan rasa sebal itu dan presepsiku terhadapnya. Terik matahari cukup menyengat kala itu. Aku berjalan lemas keluar dari lingkungan sekolah, ternyta mama sudah ada didepan. Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung naik kematic dan mama melaju dijalnan yang renggang. Seperti biasa kami selalu berbincang.
“Dhek, Rin sekarang pakai matic ya?”
“Iya… baru itu ma..”
“Tadi mama ketemu, dia langsung turun, terus salim kemama…”
“Eh…” Aku terdiam, bukan karena tak mendengar ucapan mama. Tapi teringat pada rasa sebal dan presepsiku yan salah tentangnya.

I never forget my First Love (Karena dulu aku tidak sadar)

“Dia menanyakan aku pada teman sekelasnya…”
“Tanya tentang apa?”
“Konyol pertanyaannya. Dia Tanya apa aku pindah sekolah?”
“Hah, kok bisa?”
“Katanya dia tidak pernah melihatku…”
“Dia merasakan kehilangan kamu…”
“Halah (Muka masam) nggak mungkin!!! Tapi rasanya aku senang, kalau dia masih ingat padaku… ”
Belum sempat temanku menanggapi kalimat terakhir yang kuucapkan, aku langsung saja menimpali dengan sebuah cerita nostalgia.
“Kalau dipikir-pikir, aku dulu terlalu berlebihan terhadpanya. Waktu aku membaca cerpenku. Haduh… Menggelikan sekali…”
Temanku sedikit tercengang saat mendegar hal aneh yang sedang kubicarakan, ia terdiam sesaat. Aku tak dapat melihat bagaimana ia mengekspresikan kebingungannya. Kala itu aku sedang mengendarai matic bersamanya. Setelah dua atau tiga menitan ia berkata dengan nada mengibur.
“Aku juga pernah seperti itu…”
Batinku sedikit lega, kukira cuma aku seorang yang bertindak demikian. Tapi sejujurnya aku masih sedikit penasaran. Bagaimana hal ini bisa aterjadi? Aku menertawakan diriku sendiri.
Begitu temanku berkata ia juga pernah mengalaminya, spontan aku bertanya begini
“Kenapa bisa kaya’ gitu ya?”
Bercampur suara angin yang menerobos masuk kedalam helmku, kudenagar sebuah kalimat bijak darinya.
“Gimana ya? Hal kaya’ gitu pasti terjadi. Kita selalu nggak bisa mencegahnya. Karena ini menyangkut perasaan…”
“Iya sih (Aku tersenyum sinis) habisnya aku geli sekali saat membaca tulisanku tentangnya, lebai banget!!! Kok bisa-bisanya kaya’ gitu ya?
Apa dulu aku nggak sadar?”
Aku diam, dan menambah kecepatan hingga melaju kencang menembus jalanan desa yang basah karena hujan setengah jam yang lalu.
“Jadi sekarang sudah sadar…” Katanya sambil tertawa.
“Tapi aku benar-benar tidak bisa lupa, kalau ia kembali, mungkin aku menjadi tidak sadar lagi…”
“...........” temanku tertawa lagi.
Kali ini temanku tak berkomentar apapun, seolah tawa kecilnya adalah sebuah persetujuan atas pernyataanku.

Selasa, 15 November 2011

30 Detik...

Selama langit masih biru, sedikitpun tak ada niat untuk menghapusnya dan melupakannya begitu saja. Kenangan, kenangan, dan kenangan. Sekalipun aku hanya menganggapmu sebagai kakakku dan aku adikmu. Sejujurnya dihati ini penuh dengan angan agar kita dapat seperti dulu. Saat sayang seperti cinta dan suka seperti memiliki. Apa hal yang bisa kulupakan tentangmu jika semuanya sudah disimpan rapi diotak kananku yang punya daya ingat permanen. Hal sekecil apapun tentang saat itu adalah hal yang paling berarti dariapada keseharianku tanpamu. Bacalah kotak masuk dihandphoneku, percayalah aku masih menyimpan semua pesanmu. Setiap huruf dalam pesan-pesan itu adalah kenangan. Setidaknya aku yakin 99,99% kakak telah lupakan itu semua, dan 100% aku tak bisa lupakan begitu saja. Secerca harap dihati kecil ini, setahuku masih ada 0,1% tuk pulihkan saat itu lagi.
          Bak cinta pertama, dia orang yang membuat hidupku repot dimasa lalu. Kesedihannya yang membawanya padaku, sakit yang ia rasakan adalah jalan bagi kami tuk bertemu dan punya benang merah untuk saling berhubungan. Sejujurnya aku tak mengenalamu sedalam dia mengenalmu, yang aku tahu kamu adalah orang yang cuek, moody dan easy going. Bahkan kita jarang bicara karena aku yakin tatapan dan geak-gerikku telah banyak bicara padamu. Tapi semua cuma kenangan, aku cuma bisa melihatmu dari kejauhan. Terlalu dekat hingga kami begitu jauh. Kelas kami cuma beda satu ruang kelas, setiap istirahat aku dapat melihatmu tertawa lepas dan satu hal yang bisa kukatakan pada benakku bahwa kakak baik-baik saja tanpa adhek. Kami satu les bahasa Jepang dan buku paket kimiaku masih ada padanya. Tidakkah kakak mengingatku saat membuka bukunya tidakkah ada sedikit saja bayangku saat kamu mengahafal rumus-rumus stoikiometri. Lalu apa kakak juga tidak ingat padaku saat melihat boneka doraemon buatanku srendiri (Sebenarnya lebih mirip alien) yang kuberikan kepadamu saat ulang tahunmu. Atau jangan-jangan kamu sudah melupakan semuanya. Tidaaaaak!!!!
“Adhek sayang kakak, kakak sayang adhek, kakak ini lo adhek!!!”
Teriakan konyol teman-teman membubarkan semua angan dibenakku. Dasar payah temana-temanku itu. Setiap kakak lewat dihadapanku mereka selalu berbuat hal kekanak-kanakkan seperti itu. Apa mereka nggak tahu, itu makin memperburuk hubungan kami.
Biru!!! Ada kakak Lo!!!Liat dong!!!”
Sorak gembira Yafa. Dialah orang yang selalu setia mendengarkan semua keluh kesahku tentang kakak. Tapi pasti selalu emosi tiap aku cerita tentang keburukan kakak.
          Lagi-lagi aku cuma mengelak seolah tak melihatnya. Aku tak sanggup menatapnya. Sekalipun pernah kucoba dan dia acuh padaku. Begitu sorot matanya menjauh dari sekitarku. Kubuka lebar mataku dan kupandang dalam-dalam dirimu. Aku selalu melihat punggungmu seolah kau meninggalkanku hanya dengan bayanganku. Banyak hal yang berubah darimu. Tidak biasanya memakai jaket, sekali pakai kenapa motifnya kotak-kotak warna hitam pink gitu. Jangan-jangan itu jaket pacarnya, mereka saling bertukar jaket? Lalu kenapa dengan helmnya? Dulu Kyt hitam kan? Kok sekarang INK putih? Apa bertukar juga dengan pacarnya. Saat menyadari semua perubahan itu rasanya neuronku mulai terkoneksi denagn medula spinalis karena ini memang gerak dan perasaan refleks, timbulkan laranya hati, rasanya sakiit…
***
          Tiga bulan lalu saat aku tahu kakak CLBK sama mantannya aku merasa biasa-biasa saja toh hubungan kami tak seburuk saat ini karena aku yakin dia pasti kembali padaku saat sudah putus. Tapi semua kesombongan songong itu tak ada artinya lagi!!! Jangankan mendekat , malah lebih jauh… jauh… makin jauh dan jangan sampai hilang.
          Dua minggu bolos les Bahasa Jepang. Rasanya sudah tak ada niat lagi. Dulu kakak yang minta ditemani buat ikut les. Tapi sekiranya sekarang ini aku sudah tidak diperlukan karena memang sudah ada teman yang lain. Sii Chia, teman les kami. Kenapa ? Kenapa harus dia? Apa saat kita duduk sebangku tak mencerminkan ada sesuatu diantara kami berdua? Apakah dia tak pernah melihat kita? Apa dia juga tidak tahu kalau seringkali kamu menungguku untuk berangkat les bersama? Atau dia tahu dan kamu katakan aku cuma adikmu, tapi aku memang cuma adikmu. Lalu kamu ingat saat aku pakai tas monster lucu dan kamu bilang aku 4L4Y , ingat tidak? Seminggu setelahnya aku nggak pernah lagi pakai itu tas kak. Jelaskan kak!!! Jelaskan keadhek. Jangan menusuk hatiku dengan jarum-jarum tumpul ini… Mendengarmu punya pacar, aku tidak begitu shock. Tapi kali ini aku benar-benar cemburu. Pasti cemburu (Gecko) terbakar rasa cemburu (Padi) dan kakak harus tau cemburu menguras hati (Vidi Aldiano.)
Rasanya jngin berhenti memikirkan tentang semua ini, tapi semua jadi lebih parah saat aku mulai membuka fb. Hiw… Status, kutipannya, albumnya sii Chia semuanya soal kakak. Bahkan pernah waktu itu kami perang dingin lewat status. Dia posting status seperti ini
Kita punya banyak pesamaan… sama-sama egois, sama-sama cuek, sama-sama gengsi, sama-sama bisa ngelukis, Apakah berarti kita…
Dasar status menggelikan, setan dihati in membuat tanganku mengetik dengan cepat keypad HP dan jadilah status seperti ini…
Seperti halnya dengan not-not lagu yang berbeda dapat menjadikan lagu tersebut enak didengar. Perbedaan yang dipersatukan akan lebih berwarna dan melengkapi… 
Rasanya masih jengkel. Dia tidak mau begitu saja mengibarkan bendera putih padaku. Dia posting lagi statusnya dengan mencantumkan namanya dan nama kakak. Arghggggghghghgghghghgg!!!!
“Biar aku Labrak kakakmu itu!!! Bisa-bisanya dia kaya’ gitu”
Teriak Yafa setelah mendengar semua ceritaku tentang kakak dan sii chia. Huft… entah  sudah berapa kali dia selalu bilang begitu.
Emosi jiwa yang membara sekiranya akan hilang dengan semua kesibukan yang ada. Ikut ekstrakurikuler QOE(Queen Of English) , club bahasa inggris. Kebetulan ada lomba speech, iseng daftar untuk sejenak melupakan mereka berdua. Seleksi pesertanya hari ini di lab komputer. Ternyata waktu tidak membiarkanku sejenak lupa tentang kakak. QOE bekerja sama dengan KECIKOM (Kelompok Cinta Komputer) itu extranya kakak. Tapi nggak mungkin dia ikut. Aku harus lepas dari semua ini, nggak ada guna.  Langkah kaki ini  mengantarku  ketempat dimana harusnya kubernaung tuk seleksi itu. Kulepas sepatuku dan mulai membuka pintu lab yang lumayan usang dan klasik. Berlahan cahaya terang lampu mulai membuat pupil ini berakomodasi dan kulihat sosok yang bayangnya selalu ada dibenakku…
“Kakak…”
Kecapku tanpa suara.
Kumohon, ini pasti asa dan fatamorgana saja. Lari, bangun, cubit atau apalah itu. Yang penting bisa membuat ini tidak nyata. 1 detik, 2 detik, 3 detik… dan semuanya memang nyata, aku masih berdiri ditengah pintu sambil memandang jauh kearah kakak…
“Biru ini Asan… dia bakal bantu kamu buat presentasi speechmu,
kalian udah kenal kan?”
Kata mas Danu ketua KECIKOM, kumohon… jangan melihat kearahku kak. Tetaplah asyik dengn monitor didepanmu.
“Kalian siap-siap aja!!! Aku manggil mam Lisa dulu!!! Sekalian teman-teman yang lain juga, pada kemana sih orang-orang???”
Aku tidak peduli dengan kata-kata mas Danu, yang kupikirkan sekarang ini… Berarti sebentar lagi tinggal aku dan…
          Kulangkahkan kakiku mendekat padanya, jantungku berdebar dengan cepatnya. Sekarang ini aku ada dibelakangnya, kakak cuma asyik mengklik kiri dan kanan tikusnya, e salah mousenya. Salah satu diantara kami harus memecahkan susuasana yang seperti ini. Hadduch…
“Kak ini flashdisku, tolong buatin animasi air terjun…”
Kataku seperti tidak pernah terjadi apa-apa diantara kami.
“Masih manggil kakak?”
 What!!! Tanggapannya kok gitu?
“Maksud kamu apa kak?”
Sautku dengan satu otot kerut didahi .
“Bonekanya udah hilang, berarti aku bukan kakakmu lagi kan? Bukannya dulu pernah bikin kesepatan gitu??”
jawabnya innocent.
Rasanya ingin aku mengambil stabilizer dan kulemparkan tepat dimulutnya, teganya dia berkata seperti itu. Seolah tak punya sedikitpun dosa. Kamu harus tahu kesalahan kamu kak…

“Oh gitu ya… sepertinya aku lupa, terimaksih sudah diingatkan, kalau boleh kasih saran sebaikanya kamu cepat tembak sii chia.
Jangan Cuma ngasih harapan kosong, kasihan!!! Aku nggak mau nasibnya sama dengan yang ngomong ini!!! ”
Kejaam aku kejaam… memangnya aku nggak bisa kejam, biar kamu sadar kak.
Apa!!!”
Sosoknya berbalik dan menatap tajam kemataku , aku mengelakkannya. Betapa atsmosfir ruangan ini benar-benar buruk. Apa ini karena lapisan ozon yang lubang atau hatiku yang tak tenang. Aku tidak kuat dengan semua tekanan ini.
“Jadi masih peduli padaku!!! Jangan merasa dicampakkan ya!!! Kamu sendiri yang dulu minta aku menjauh, supaya kamu bisa belajar dengan baik.  Supaya aku nggak menggangu pikiranmu!!! Sekarang aku udah menjauh, tapi  sekarang ngomong gitu!!! Maksudmu apa hah???”
Katanya panjang lebar. Menekannku hingga hati ini bergemuruh, menyeruaklah semua perasaan ini. Sudah tak ada lagi relung di hati ini yang mampu menyimpan semuanya. Biarkan aku berteriak tuk katakan semua sesal dan lara ini..
“Bodoh!! Payah!! Kamu harus tahu kakak!!! Kamu  sering datang dan pergi sesuka hatimu!!! Kenapa kamu nggak faham kak? Aku nggak benar-benar minta kamu menjauh!!! Kata tidakku untukmu adalah iyya kak!! Karena aku sayang kamu!!! Dasar payah!!!”
Jantungku rasanya meledak. Gilaa… aku nggak percaya aku sudah mengatakan itu semua…
“Kalau gitu kamu juga harus tau !!!  Kakak itu…”
Kenapa tidak segera melanjutkan ucapannya, kenapa??? Cepat katakan kak!!! Adhek menunggunya. Kumohon  keajaiban muncul dari 0,1 % kemungkinan yang ada. Ingat semua kenangan kita kak, obrolan-obrolan geje kita, semauanya kak. Cepat kakak… ada apa dengan kamu?
Sentuhan tangan dipundakku begitu mengejutkannku. Hingga bulu romaku berdiri dan hilanglah semua imaji itu. 30 detik memandagmu dari kejauhan mampu membuat otak kananku berkreasi dengan cepat hingga membentuk semua asa itu. Aku masih berdiri ditengah-tengah pintu, memandang kearah kakak yang duduk manis didepan computer.
“Biru, come in, ayo masuk nak…”
Ucap mam Lisa sinambi melepas sentuhannya dipundakku. Aku masih bingung harus bagaimana menyapanya. Mengalun pelan sebuah lagu dihatiku…
Knocked my heart door..
Arrange my world..
Killed my mine ..
Attract your promise..
Keep your behave..

Tragedi Mas-Mas (Cerpenku, real story)

Langit jingga sore bertabur titik-titik sinar mentari tengah memayungi atmosfir kota Mojokerto layaknya biji wijen onde-onde yang sedang dilahap oleh Djenar. Ia terus melahapnya seolah belum makan selama bertahun-tahun. Ditepi kanan dan kiri bibirya belepotan minyak  dari sii onde-onde.  Tercecer pula beberapa biji wijen dikerudung putihnya. Sementara Dhara cuma menggeleng-gelengkan kepalanya seolah kenyang dengan hanya melihat Djenar yang makan membabi buta. Berbeda dengan kedua gadis tadi, Dian malah sibuk dengan beberapa lembar  foto copy materi LH (Lingkungan Hidup).
“Haduh.. Dirga lamanya? Kamu bilang dimana janjiannya? “
Tanya Djenar sambil mengambil botol air mineral dari dalam tasnya
“Halah… ya disini!!! Pasti Dirga ini dandan dulu!!!”
Jawab Dhara sengau.
“Janjian ditempat dekat rumah kalian aja… udha jam segini!!!”
Dian menambahkan seperlunya.
“Iya betul-betul-betul..buruan sms Ra!!!”
Perintah Djenar pada Dhara.
“Yaudah!!!”
Sahutnya ketus dibarengi gerakan kilat memencet-mencet keypad hp Qwertinya.
          Melaju ringan dijalanan renggang kota Mojokerto, sedikit menghempas kekesalan Dhara karena Dirga yang tak kunjung datang mengambil amanahnya. Sementara sii kerudung putih sibuk berkutat dengan keypad beserta layar ponselnya.. Jalan lurus itu, kini berakhir disebuah persimpangan, Dian yang sendiri mengendarai matik hitam kecilnya segera mereting dan membelok pelan dipersimpangan itu.
“Tiin…………….Tiiin……………….Tiiiin……………………………”
Ia membunyikan klaksonnya, seolah menjadi simbol salam perpisahan.
Dhara yang berboncengan dengan Djenar makin melaju kencang mengikuti arus jalanan yang lurus. Beberapa ratus meter kemudian , mereka singgah disebuah tempat yang terhindar dari kilau emas mentari. Jalan dibawah jembatan, tepat berada didepan tiang kokoh penyangga ala kontruksi Belanda. Hening dan sendu sedikit menggelitik bulu roma keduanya. Hanya ada pedagang kaki lima yang sibuk meracik hidangan untuk sang pelanggan. Sii kerudung putih membuka kaca helmnya, menghamburkan seluruh tatapan  polosnya kesetiap penjuru tempat itu. Tak ada lagi hal yang terlintas dibenaknya kecuali kengerian dan rasa risih yang terus menggerogoti keberanian diri. JT (Joging Track) begitulah sebutannya.
Sudah jadi label permanen sebagai tempat tindak tidak senonoh muda-mudi tiap malam menjelang terlebih malam Minggu. Puas membatin kerisihan hatinya, Djenar memandang jauh kearah gubuk yang ternyata sebuah warung.

Gubuk sederhana itu tak ubahnya warung remang-remang yang salah jam buka. Ia melihat sentimetil dua orang berboncengan yang asyik ngobrol sambil sesekali menenggak air dalam botol yang kemungkinan besar adalah MIRAS, tepat didepan warung itu.
“Dhara!!! Lihat deh itu sepeda motor!!! Aneh banget, satriya bukan motor bebbek biasa juga nggak!!!”
Kata Djenar memecah keheningan. Dhara tak kunjung merespons, pupilnya terus bergerak mencari keanehan yang ditemukan sahabatnya beberapa detik lalu.
“Ha….ha…ha… Iyya!!!”
Tawanya lebar tanpa dosa. Djenarpun menyusul dengan gelak tawa sinis khasnya.  Gelak tawa keduanya senyap-senyap hilang terbawa angin tuk dijadikan teman berkelana.
Suasana mulai terasa hangat, toh tetap saja kekesalan dan amarah jiwa terus menghardik keduanya. Dua gadis putih abu-abu itu terus menanti sang pemberi amanah yang tak kunjung muncul bak dua tupai bodoh dibawah pohon kelapa. Berkali-kali sms dikirim ke Dirga, tapi hanyalah pesan teks merangkai kata-kata yang diraih oleh keduanya.
“Haduh.. Dirga ngapain dulu sih? Pasti dandan dulu!!!”
Entah sudah berapa kali Dhara mengeluhkan hal semacam itu.
“Tahu deh!!! Kebangetan itu anak!!! Emang dia pesolek!!!”
Tak ubahnya temannya, sii kerudung putih terus saj berkomentar sama tip kali mendengar keluhan semacam itu.
          Komentar pedas dan tawa penghinaan kedua gadis putih bau-abu beberapa waktu yang lalu terhempas anginasore seolah mengundang sang objek tertawaan keduanya. Sementara keduanya terkurung dalam rasa murung dibawah lagit mendung jembatan. Tanpa mereka sadari dua pria berboncengan menaiki motor yang tak jelas statusnya (Satria atau bebek biasa?) itu melaju kearah mereka. Sii kerudung putih yang sensitive segera terguncang menjumpai dua sosok pria berperangai preman dihadapannya. Ini tak ubahnya melihat sesosok penampakan makhluk halus, setan dan sebangsanya bahkan lebih dari itu sensasinya. Dua orang berperangai preman itu kian mendekat, sekarang tepat dibelakang keduanya. Djenar makin gugup saja, reflek dia menutup kembali kaca helmnya. Senyap-senyap Djenar mendengar sii pria pertama tengah berucap lamban namun pasti.
“Mbak…. Gelora Ayani dimana ya?”
Kata sii pria dengan pandangan pemabuk dungu yang mabuk disore hari begini. Jelas ini hanya trik penggoda konyol para pria hidung belang. Gelora Ayani jelas-jela Cuma lurus dari tempat mereka berada.
“………………………………………’
Tak ada kecap sedikitpun. Saling berdiam diri bergulat dengan benak masing-masing.
Sii kerudung putih hanya berteriak kedap suara sambil terus memukul bahu temannya. Tanpa diprintah lagi, Dhara menginjak pedal gasnya, membelokkan motor bebeknya kekanan kearah Gelora Ayani meninggalkan 2 pria pemabuk yang tak ada bedanya dengan tupai bodoh pengerat kacang.
Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!”
Mereka bertriak histeris disepanjang jalan yang mereka lalui. Lalu berhenti dideretan asrama TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang berarsitektur Belanda sangat kental. Wajah shock dan ketakutan masih menyergap, terlebih bayangan mereka berdua tyerliat lebih takut. Dhara segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Dirga. Entah apa yang membawa kedua pria tadi pada mereka. Apa mereka tertarik dengan tas monster ala Party Dork yang sedari tadi bertengger dibahu Djenar. Terlebih telinga segitiganya sangat lucu bila bergerak mengikuti spoi-spoi angin. Ah… sudahlah!!! Bukan saatnya mengagumi kelucuan sebuah benda seperti itu. Keduanya terus saja bercerita tentang ketakutannya. Djenar benar-benar tak bisa berhenti menceritakan apa yang ia rasakan. Tapi gelak tawa terus saja mereka terbangkan ke langit sore yang jingga kebiru-biruan berhiasakan awan putih cumulus. Kekesalan mulai menghantui keduanya. Dirga? Diamn a sosok itu kini bernaung?
“DrDrDrDRtttttt….”
Getaran ponsel Djenar mngusik amarah keduanya. DDipencetnya dengan cepat keypad bagian tengah ponselnya.
“Dirga!!!”
Teriaknya bahagia.
“Dia diamana?”
Tanya Dhara begitu lega.
“Bentar lagi dia kesini… suruh sabar katanya!!!”
Lanjutnya sambil memandang jauh kearah jalanan.
“Hmmm…”
Saut Dhara seolah kecewa.
          Sosok yang tak asing dimata Djenar mengarah pada keduanya, kaos putih dengan gambar monster animasi dipadu celana pendek hitam selutut denag menaiki motor bebek hitam pekatnya. Begitu melepas helm Kytnya, kaca mata ala Dochie Peweegaskin selalu jadi hal paling eyecatchy yang enak dipandang mata.
“Haduh… aku nunggu lama tau dibawah jembatan!!!”
Keluhnya sambil mematikan mesin motornya dengan memutar kekanan kuncinya.
“Looo!!!! Kita juga nunggu kamu!!!”
Saut Dhara sentiment.
“Huft… kamu tahu nggak? Sampai digodain mas-mas geje!!! Hiii!!!! Serem aku Dir!!!”
Tambah sii kerudung putih sambil mengelus-elus kepalnya.
“Heh? Digodain mas-mas apaan?”
Tanya Dirga seolah tak percaya.
“Gug tau ah!!!! Geje banget masa’ Tanya diaman Gelora Ayani? Jelas-jelas mau godain mas-masnya!!! Orang Mojokerto mas’ nggak tahu diman Gelora Ayani?”
Djenar makin memperjelas.
“Hahahaha… mangkanya…”
Tawanya lebar dengan gaya khas tersendiri.
“Gara-gara kamu tau!!! ”
Balas Djenar dengan senyuman manja.
“Apaan? Kok aku?”
Kali ini Dirga kembali mengelak.
“………………..”
Sementara Dhara terus diam membisu memperhatiakn jalanan. Sepetinya ia melihat sosok yang mencurigakan. Tapi dia tidaklah melihat UFO. Sementara Dirga dan Djenar terus saja bercanda.
“Mana?”
Pinta Dirga pada Djenar sambil mengulurkan tangannya.
“Bentar…”
Jawabnya lirih dibarengi mengambil sesuatu dari dalam tas monsternya.
“Loh? Flashdisknya aja!!!”
Dirga menolak pemberian Djenar.
“Lowh? Mending in aja!! Sma kok”
Bujuk Djenar sambil terus membalik-balik lembaran kertas materi pelajaran LH (Lingkungan Hidup).
“Nggak mau kok!!!”
Tolak Dirga bringas.
“Huh!!! Dasar nyusahin aja!!! Ini flashdiskumau tak pakai Ga!!!”
Balas Djenar kesal
“Hallah… kamu tiu?”
Tanggapan innocent Dirga.
Dhara terus saja memperhatikan sosok itu, sepertinya ia kenal. Jarak sepuluh meter Dhara yakin betulsipa sosok itu sebenarnya…
“Kyaa!!!! Mas-mas yang tadi!!!”
Teriaknya histeris kearah Dirga dan Djenar yang masih belum sadar. Djenar yang menyadarinya, juga ikut-ikutan histeris seperti orang sakit jiwa, refleks ia menggenggam tangan Dirga dan lengannya.
“Dirga!!! Bagaimana inin? Haduh…”
Keluh Djenar ketakutan.
“Heh? Apaan tanganmu nih..”
Serunya ketus.
“Lah…”
Secepat kilat, tangan Djenar segera beralih kebahu Dhara. Dia benar-benar refleks melakukan hal tersebut.
Jarak mas-masnya makin dekat dan beberap detik lagi akan sampai pada tempat ketiganya bernaung.
Kalau boleh menghitung mundur mari kita berhitung bersama…
10,9,8,7,6,5,4,32,1…………
“Greweng… Ngggreungngngngngngng!!!!”
Suara motor yang tidak jelas sattusnya itu, mengorek dalam-dalam telinga.Ternyata mereka hanya lewat saja. Dhara mengehempaskan nafasnya. Mersa sangat lega. Sedangkan Dirga meraih Flashdisk yang diulurkan Dhara padanya.Djenar jauh lebih lega dan senag. Tapi kekesalan terhadap dua pria tadi belumlah hilang terlepas dengan suara motor mereka yang tidak dibri saringan knalpot. Kalu orang bilang mulutmu itu harimaumu. Hendaklah kita semua percaya itu. Amarah dan sesal selalu bercampur menjadi satu ramuan maut yang akan dilontarkan lewat mulut setiap orang. Semua keberanian, kekesalan dan kebencian Djenar terhadap dua pria tadi termuntahkan melalui teriakkan dahsyatnya.
“Hey Mas!!!!!!!!!!”
Suaranya tak jauh beda dengan bunyi motor kedua pria tadi. Nyaring dan bising. Jarak kurang dari lima ratus meterk tentu masih mendengar teriakan sii gadis berkerudung putih ini. Dhara dan Dirga memandang kearah Djenar seolah ingin memarahinya. Tapi sebelum amarah itu diungkapakan, sebaiknya mereka cepat beranjak dari tempat mereka sekarang berpijak. Dua orang pria tadi memutar balik motornya seolah menuju kesumber suara lantang yag  meminta kehadiran keduanya.
“Haduh!!!! Kyaaaa!!!!!!”
Kali ni Djenar sepuluh kali lipat lebih histeris daripada bagian awal histerisnya.
“Kamu sih!!! Pakai teriak-teriak segala!!!”
Dhara marah dan segera naik ke motornya.
“Cepetan ayo naik!!!”
Tambah Dhara dengan sorotan setajam elang.
Dirgapun menyalakn mesin motornya.
“Haduh… tadi itu reflek”
Djenar terus saja menyangkal dan menutup mulutnya.
Dhara segera melaju kencang, sosok kedua pria it terus mengarah pada keduanya. Dhara tak berani memutar arah, karena ini memang jalan satu arah. Dengan nyali ala BONEK (Bondo Nekat) Dhara mengegas dan melaju begitu kencang. Cuma tinggal sepuluh meter mereka akan berpapasan dengan kedua pria mabuk tadi.
1 detik… 2 detik… 3 detik…

“……………………………………………………………………….”
Djenar cuma bisa terus membaca Alfatihah dihatinya. Wajahnya sedikit pucat, terlebih alisnya terus mengerut.
Dan inilah saatnya…
“Hahahahahahahahahaha………………”
Dhara cekikan menahan malu menertawakan dirinya sendiri.
“Eh? Lo ? mas-masnya mana?”
Djenar kebingungan, karena dia memejamkan matanya kala  itu terjadi.
“Liat deh…”
Kata Dhara cekikan sambil menunjuk kearah gang besar bertukliskan “GELORA AYANI”
“Hahahahahahaha……. Kita GR banget ya?”
Kali ini Djenar yang tertawa lebar sambil melihat dua sosok pria yang ternyata bukan mau menghampiri ia dan kawannya. Tapi dua pria tadi memutar arah karena kelewatan gang Gelora Ayani.
“AstaghfiruALLAH…”
Kata Djenar sambil mengelus dadanya, seakan semua beban itu telah lenyap.
          Mereka berhenti ditrotoar dan kembali berbincang dengan Dirga.
“Kalian GR sekali… Haahahahahaha…”
Kali ini gelak tawa Dirga benar-benar menyindir kedua gadis abu-abu.
“Halah…bener-bener shock tau!!!”
Sangkal Djenar sinis.
“Lagian situ pake’ teriak-teriak segala!!!”
Lagi-lagi Dhara menimpakan masalah pada sii kerudung putih.
“Kesel!!! Pelampiasan deh!!!”
Pembelaan ala sii kerudung putih.
“Tragedi Mas-mas girls…Hahahahaha”
Seru Dirga , lalu ia segera melaju kencang denagn motor bebeknya.
Jantung Djenar masih saja berdebar meski segala ketakutan itu telah sirna bersama tenggelamnya  mentari, sontak ia tersdar pada sebuah kenyataan hidup. Bahwa bukan hanya kebahgiaan yang ada pada hidup seseorang. Mas-mas yang seperti itu membuat Djenar memjamkam mata mengingat kata ibunya tentang jenis kehidupan. Mereka yang dengan kondisi sepeerti itu terlihat menikmati hidup walau kelam dan suram. Diam-diam hatinya tengah bersenandung pelan mengingat kejadian itu…











Tak akan kulupakan hari ini…
Raut wajah menyeramkan dan mencurigakan…
Aku  takut sangatlah takut..
Gerak-gerikku tak ubahnya tupai bodoh..
Entahlah perasaan semacam apa ini?
Dimanapun dan kapanpun aku kan selalu mengingatnya
Ingat, aku kan mengingat tragedi mas-mas ini…

Marah dan kesal aku pada mereka..
Akan kutahan perasaan ini…
Sampai kutahu kebenarannya…
Mas-mas seram yang muram..
Akan jadi apa jika terus mabuk?
Sudah saatnya berubah mas…

Moody (Sifat geje yang merugikan oran lain)

Beberapa hari yang lalu, ada satu kejadian di masa lalu dan sudah yang terjdi yang ada hubungannya dengan sifat moody.. Hmm tak jarang teman dekat kita punya sifat moody,
bentar2 moody sendiri adalah sifat geje, :D LOL
maksudnya sifat seseorang yang gampang berubah-ubah, gampang seneng, sedih, murung, marah d.el.el.
Tentunya ini bikin orang jengkel dan gampang illfeel,
bahkan bisa-bisa kita salah presepsi dengan orang yang punya sifat moody ini ! Gimana kalau kita sebut moodier aj?
Presepsi2 ini bisa aja negatif n positif,
Presepsi negatif biasa terjadi ketika sang modier tanpa sebab marah ataupun jutek ke kita! OTOMATIS qita jadi punya pandangan yang jelek kpd sii moodier!
, menganggap dia orang yang punya kepribadian jelek dan keburukan2 lainnya.
Padahal kan belum pasti gitu? Bisaa aja disaat seperti itu penyakit moody.nya kumat!
,
Nah, presepsi positif justru dampak yang ditimbulkan lebih parah ! (pengalaman gituw.lowh! :D LOL)
maksudnya presepsi positif, kita telah menganggap sang moodier telah begitu dekat, begitu baik,
begitu berarti buat kita, disaat sii moodier mulai menjauh atau jaga jarak dengan kita, tentu kita akan sakiit..
Tapi toh sii moodier ndak akan merasa begitu, karena pada dasarnya seorang yg punya sifat moody gampang merasa dekat dg orang lain , ekspresif dan terbuka terhadap masalah2 yg ia alami dg orang tsb. Sehingga ikatan antara keduanya cepat terjalin.
,
sesuai dg watak moody yg berubah-ubah,
tentu dia juga mudah saja menjauh dari seseorang.. Tentu bukan dg niat jahat dan sengaja! Tapi lebih kepada sikap dan sifat reflek karena moody itu tadi !
,
kasus yg sering kita jumpai dan mungkin kita alami adalah antara cowok & cewek yg punya hubungan dekaa, . E.. Tiba2 salah satunya pergi menjauh, dan salah satunya sudah merasa begitu klop dan mengangap sii moodier berarti sanget! Alhasil pasti bakal ruwet !
,
:O nah LO !
ALo uddah begini piye?
,
hmm.. Maka dari ituu kita harus mengenali sedini mungkin sifat moody pd orang2 terdekat kita. Tapi walaupun begitu ! Sikap moody pd seseorang bukan alasan untuk menjauhinya. Hanya harus saling mengerti dan memahami !
,
:D
terus buat para moodier yang melanglang buana diluar sana , bisa ndak pake' tulisan d.kaos yg dia pake' da tulisan begini
"Q ORANG yang PUNYA SIFAT MOODY"
:) sekian
,
sumber: Mbah google